Rabu, 31 Desember 2014

makalah PSI_ISLAM NORMATIF DAN ISLAM HISTORIS

ISLAM NORMATIF DAN HISTORIS

MAKALAH

Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata kuliah: Pengantar Studi Islam
Dosen pengampu: M. Rikza Chamami, M.S.I





Disusun oleh:

Umi Mutmainah                                              (133911113)
Nihayatul Muna                                              (133911119)



PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2014
I.                   PENDAHULUAN
Dalam wacana studi Agama kontemporer, fenomena keberagamaan manusia dapat dilihat dari berbagai sudut pendekatan. Ia tidak lagi hanya dilihat dari sudut dan semata-mata terkait dengan normativitas ajaran wahyu, meskipun fenomena juga dapat dilihat dari sudut dan terkait erat dengan historisitas pemahaman dan interpretasi orang-perorangan atau kelompok-perkelompok terhadap norma-norma ajaran agama yang dipeluknya, serta model-model amalan dan praktek-praktek ajaran agama yang dilakukannya dalam kehidupan sehari-hari. Pada umumnya normativitas ajaran wahyu dibangun, diramu, dibekukan dan ditelaah lewat pendekatan doktrinal-teologis, sedang historisitas keberagamaan manusia ditelaah lewat berbagai sudut pendekatan keilmuan sosial-keberagamaan yang bersifat multi dan inter disipliner, baik lewat pendekatan historis, filosofis, psikologis, sosiologis, kultural maupun antropologis.
Pendekatan dan pemahaman terhadap fenomena keberagamaan yang bercorak normatif dan historis tidak selamanya akur dan seirama. Hubungan antara keduanya seringkali diwarnai dengan tension atau ketegangan, baik yang bersifat kreatif  maupun destruktif.[1]

II.                RUMUSAN MASALAH
A.    Apa yang dimaksud Islam Normatif?
B.     Apa yang dimaksud Islam Historis?
C.     Bagaimana Pengelompokan Islam Normatif dan Islam Historis ?
D.    Bagaimana Universalisme Islam?

III.             PEMBAHASAN
A.    Pengertian Islam Normatif
Secara etimologis, “Islam” berasal dari bahasa Arab, diderivasikan dari “salima” yang berarti “memelihara dalam keadaan yang selamat sentosa”, dan juga berarti “menyerahkan diri, tunduk, patuh dan taat”. Kata “aslama” itulah yang menjadi kata pokok dalam “Islam”, mengandung segala arti yang ada dalam arti pokoknya. Dari pengertian leksikal ini berarti semua benda dan semua manusia, bisa disebut Islam, sebab mereka selalu taat, patuh dan menyerah kepada Allah (sunnatullah).[2]
Allah juga menegaskan bahwa siapa saja yang memeluk agama selain Islam tidak akan diterima (QS.3:85), karena itu tentulah para nabi membawa dan memeluk agama ini, karena Islam memang diperuntukkan bagi segenap manusia. Ajaran Islam itu, oleh karenanya merata, mengatur manusia dalam segala seginya, bukan semata mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, melainkan juga mengatur hubungan manusia dengan sesamanya, dan manusia dengan lingkungannya (alam semesta).[3]
Kata Islam mengandung arti atau makna yang bermacam-macam, tetapi mengandung kesatuan makna. Sebagaimana dapat dipahami dan direnungkan dalam uraian ini.
Pertama, “ Islam” berasal dari kata al-salamu, al- salmu, as-silmu yang berarti menyerahkan diri, pasrah, tunduk dan patuh. Dengan demikian “Islam” mengandung sikap penyerahan diri, pasrah, tunduk, dan patuh dari manusia terhadap Tuhannya atau makhluk terhadap Kholik nya, Tuhan yang Maha Esa. Sikap tersebut  tidak hanya berlaku bagi hamba-Nya (manusia), tetapi merupakan hakikat dari seluruh alam, sikap penyerahan diri, pasrah, tunduk, dan patuh ciptaan (makhluk) kepada penciptanya (Khalik). Langit dan bumi (benda-benda mati) adalah taat, patuh, dan pasrah (Islam) kepada Tuhan (QS. Fushsilat: 11).
Kedua, “Islam” berasal dari kata al-silmu atau al-salmu, yang berarti damai dan aman. Dan hal ini mengandung makna bahwa orang yang ber-Islam berarti, orang yang masuk dalam perdamaian, dan keamanan, dan seorang muslim adalah orang yang bikin perdamaian dan keamanan dengan Tuhan, manusia, dirinya sendiri, dan alam. Damai dengan Tuhan berarti tunduk dan patuh secara menyeluruh kepada kehendaknya. Damai dengan manusia tidak hanya berarti meninggalkan perbuatan jelek dan tidak menyakitkan orang lain, tetapi juga berbuat baik kepada orang lain, karena manusia tidaklah terlepas berbuat baik dan ketergantungan kepada orang lain. Damai dengan dirinya sendiri berarti selalu memelihara diri dan  menjaganya dari berbagai macam ancaman dan siksaan atau penderitaan, apakah berupa penyakit (jasmani maupun rohani), dan atau lain-lainya. Sedangkan damai dengan alam berarti memelihara, memakmurkan, dan membudayakan alam, serta memanfaatkannya, selaras dengan sifat dan kondisi dari alam itu sendiri, dan tidak merusaknya atau melanggar hukum-hukum alam (Sunnatullah).
Ketiga, “Islam” berasal dari kata as-salmu, as-salmu dan salamtu, yang berarti: bersih dan selamat dari kecatatan lahir batin, pengertian ini dapat dipahami dari firman Allah dalam QS. Al-syu’ara: 89, manusia terdiri dari 2 subtansi, yaitu jasad dan ruh. Selama manusia senantiasa menjaga diri dan memelihara fitrahnya serta pilihannya mengarah kepada diri dan memelihara fitrahnya, serta pilihannya mengarah kepada pilhan pahalanya, maka dia akan bersih dan selamat dari kecacatan-kecacatan lahir maupun batin, dan selamat dunia akhirat. Sebaliknya kalau manusia dalam perjalanan hidupnya menyimpang dari fitrahnya, dan pilihan hidupnya mengarah pada pilihan buruknya (dosa), maka dia akan sengsara, tidak selamat, dan tidak bahagia hidupnya lahir batin dunia akhirat.[4]  
Sebagai agama yang terakhir dan lengkap, Islam memiliki unsur-unsur penting yaitu:
1.   Kepercayaan kepada kekuatan gaib sebagai tempat berlindung dan memohon. Oleh karena itu manusia merasa harus mengadakan hubungan baik dengan kekuatan gaib ini. Hubungan baik ini dapat diwujudkan dengan mematuhi perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
2.   Keyakinan, bahwa kesejahteraan manusia di dunia ini dan hidupnya di akhirat tergantung pada adanya hubungan baik dengan kekuatan gaib yang dimaksud. Dengan hilangnya hubungan baik itu, kesejahteraan dan kebahagiaan yang dicari akan hilang.
3.   Adanya respon yang bersifat emosional dari manusia kepada kekuatan gaib. Respon ini mengambil bentuk pengabdian dan ibadah  kepada-Nya.
4.   Paham adanya yang kudus (sacred) dan suci, dalam bentuk kekuatan gaib, dalam bentuk kitab yang mengandung ajaran agama bersangkutan dan dalam bentuk tempat-tempat tertentu.[5]
Pendekatan normatif, yaitu suatu pendekatan yang memandang agama dari segi ajarannya yang pokok dan asli dari Tuhan yang didalamnya belum terdapat penalaran pemikiran manusia.[6]
          Pendekatan normatif dalam memahami Agama secara harfiah dapat diartikan sebagai upaya memahami Agama dengan menggunakan kerangka Ilmu ke-Tuhan-an yang bertolak dari suatu keyakinan bahwa wujud empirik dari suatu keagamaan dianggap sebagai yang paling benar dibandingkan dengan lainnya.
B.     Pengertian Islam Historis
Kata sejarah merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, history yang berasal dari bahasa Yunani, istoria yang berarti ilmu. Kata Istoria oleh Filsuf Yunani seperti Aristoteles diartikan sebagai penelaahan secara sistematis mengenai seperangkat gejala alam, dan dalam penggunaannya, kata histori diartikan sebagai masa lampau umat manusia.
Adapun pengertian sejarah menurut para ahli sejarah antara lain:
1.   Sejumlah perubahan, kejadian, dan peristiwa yang terdapat dalam kenyataan sekitar kita.
2.   Cerita tentang perubahan, kejadian, dan peristiwa yang merupakan realitas tersebut.
3.   Ilmu yang bertugas menyelidiki perubahan kejadian, dan peristiwa yang merupakan realitas tersebut.[7]
Sejarah atau Historis adalah suatu ilmu yang didalamnya dibahas berbagai peristiwa dengan mempehatikan unsur tempat, waktu, obyek, latar belakang dan pelaku dari peristiwa tersebut. Menurut ilmu ini segala peristiwa dan dapat dilacak dengan melihat kapan peristiwa itu terjadi, dimana, apa sebabnya, siapa yang terlibat dalam peristiwa tersebut.
Melalui pendekatan sejarah seseorang diajak menukik dari alam idealis ke alam yang bersifat Empiris dan mendunia. Dari keadaan ini seseorang akan melihat adanya kesenjangan atau keselarasan antara yang terdapat dalam alam idealis dengan yang ada di alam empiris dan historis.
Pendekatan kesejarahan ini sangat dibutuhkan dalam memahami agama, karena agama itu sendiri turun dalam situasi yang konkret bahkan berkaitan dengan kondisi sosial kemasyarakatan. Dalam hubungan ini Kuntowijoyo telah melakukan studi yang mendalam terhadap Agama yang dalam hal ini Islam, menurut pendekatan sejarah. Ketika dia mempelajari Al-Qur’an maka dia sampai pada suatu kesimpulan bahwa pada dasarnya kandungan dalam Al-Qur’an itu terbagi menjadi dua bagian pertama, berisi tentang konsep-konsep, dan kedua, berisi tentang kisah-kisah sejarah dan perumpamaan.
Dan melalui pendekatan sejarah ini seseorang diajak untuk memasuki keadaan yang sebenarnya berkenaan dengan penerapan suatu peristiwa. Dari sini maka seseorang tidak akan memahami agama keluar dari konteks historisnya, karena pemahaman demikian itu akan menyesatkan orang yang memahaminya.[8]
Problem rasonalitas dan historitas dalam pemikiran Islam dan ilmu-ilmu keislamaan saat ini sedang mendapat tantangan dan kritik tajam, khususnya dari sarjana-sarjana muslim masa kini. Beberapa diantara para pemikiran itu dapat disebutkan antara lain Muhammad ‘Abid Al-Jabiri, Nasr Hamid Abu zaid, Muhammad Shahrur dan Abdullah Ahmad Na’im. Meskipun demikian, menurut pengamatan penulis yang masih harus diuji lebih lanjut, belum ada satu pun dari generasi pemikir-pemikir Islam saat ini yang mencoba menjelaskan relevansi penerapan teori-teori dan metedologi-metodologi ilmiah, yang merupakan intisarinya filsafat ilmu, pada wacana ilmu-ilmu keislamaan dan pemikiran islam yang begitu luas.[9] 
C.     Pengelompokan Islam Normatif dan Islam Historis
Sejalan dengan pengelompokkan Islam normatif dan Islam historis, ada pula ilmuan yang membuat pengelompokkan lain. Nasr Hamid Abu Zaid mengelomokkan menjadi tiga wilayah (domain).
Pertama, wilayah teks asli Islam (the original text of Islam), yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW yang otentik.
Kedua, pemikiran Islam yang merupakan ragam menafsiran terhadap teks asli Islam (Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW). Dapat pula disebut hasil ijtihad terhadap teks asli Islam, seperti tafsir dan fikih. Dan dalam kelompok ini dapat ditemukan dalam empat pokok cabang:
1.   Hukum/ fikih
2.   Teologi
3.   Filsafat
4.   Tasawuf/ mistik
Hasil ijtihad dalam bidang hukum/fikih muncul dalam bentuk : fikih, fatwa dan yurispundensi (kumpulan putusan hakim), kodifikasi/unifikasi, yang muncul dalam bentuk UU (undang-undang) dan kompilasi.
Ketiga, praktek yang dilakukan kaum muslim. Praktek ini muncul dalam berbagai macam dan bentuk sesuai dengan latar belakang sosial (konteks). Contohnya adalah praktek sholat muslim di Pakistan yang tidak meletakkan tangan di dada, sementara muslim Indonesia meletakkan tangan di dada-nya.
Sedangkan Abdullah Saeed meyebutkan tiga tingkatan pula, tetapi dengan formulasi yang berbeda sebagai berikut:
Tingkatan pertama, adalah nilai pokok/ dasar/ asas, kepecayaan, ideal dan institusi-institusi.
Tingkatan kedua, adalah penafsiran terhadap nilai dasar tersebut, agar nilai-nilai dasar tersebut dapat dilaksanakan/ dipraktekkan.
Tingkatan ketiga, adalah manifestasi/ praktek berdasarkan pada nilai-nilai dasar tersebut yang berbeda antara satu negara dengan negara lain, bahan antara satu wilayah dengan wilayah lain. Perbedaan terjadi karena perbedaan penafsiran dan perbedaan konteks dan budaya.
Pengelompokkan lain oleh Ibrahim M. Abu Rabi’, meskipun mencampurkan antara pelapisan dengan pengelompokkan. Ibrahim menetapkan empat pengelompokkan, antara lain :
Petama, Islam sebagai dasar ideologi/ filosofi
Maksud Islam pada dataran ideologi adalah landasan gerakan sekelompok orang, sekolompok komunitas dengan mengatas namakan Islam. Maka pada tingkatan ini, Islam identik dengan ideologi sosialis, ideologi kapitalis dan ideologi-ideologi sejenis lainnya.
Kedua, Islam sebagai dasar teologi
Sementara Islam sebagai dasar teologi atau filosofi secara sederhana berarti berserah kepada satu Tuhan. Untuk lebih lengkapnya lebih dahulu dikutip apa yang diungkapkan dalam kamus. Disebutkan theology adalah a formal study of the nature of God of the foundation of religious belief. Prinsipnya pada tingkatan inilah agama yang didefinisikan sebagai pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan ghaib yang harus dipatuhi, pengakuan terhadap adanya kekuatan ghaib yang menguasai manusia, pengakuan pada satu sumber yang berada di luar diri manusia, kepercayaan pada suatu kekuatan ghaib yang menimbulkan cara hidup tertentu, sistem tingkah laku yang berasal dari kekuatan ghaib, pengakuan terhadap kewajiban-kewajiban yang bersumber pada kekuatan ghaib, pemujaan kekuatan ghaib.  
Ketiga, Islam pada level teks
Adapun Islam pada level teks sama dengan teori Nasr Hamid Abu Zaid yakni teks asli sumber ajaran Islam berupa Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW.
Keempat, Islam pada level praktek
Sementara Islam dalam level praktek adalah praktek yang dilakukan kaum muslim sepanjang sejarah muslim dalam berbagai macam latar belakang sosial budaya dan tradisi.
Nasr Hamid Abu Zaid mengelompokkan untuk tujuan domain studi Islam. Sementara Abdullah Saeed dalam konteks untuk menjelaskan ada ajaran pokok yang disepakati, adapula ajaran sebagai hasil Ijtihad dan praktek yang muncul dalam perbedaan. Demikian juga Abu Rabi’ misalnya mengelompokkan bedarsarkan dan untuk kepentingan penjelasan agam-agama, dimana ada kesamaan ditingkat tertentu. Demikian juga dikalangan muslim ada perbedaan ditingkat tertentu.
Untuk kepentingan pembahasan dan analisis, dalam tulisan ini lebih tepat menggunakan teori yang mengelompokkan Islam menjadi tiga level.
Pertama, Islam pada level teks asli berupa Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW yang otentik. Pada level ini dapat disebut kaum muslim diseluruh dunia, mempunyai Al-Qur’an dan Sunnah yang sama kecuali, kelompok Syi’ah yang mempunyai kategori Sunnah sendiri.
Kedua,  Islam pada level pemahan atau penafsiran terhadap teks asli atau hasil ijtihad. Pada level ini, Islam dapat pula disebut Islam sebagai hasil atau produk pemikiran atau ijtihad. Pada level ini penafsiran dan pemahaman muncul banyak sekali.
Ketiga, Islam pada level praktek muslim dalam kehidupan nyata sesuai dengan latar belakang historis, budaya dan tradisi masing-masing.
Pada level teks ini, Islam adalah nash yang menurut hemat penulis sesuai dengan pendapat sejumlah ilmuan atau ulama’ dapat dikelomopkkan menjadi dua yakni:
a.    Nash prinsip atau normatif-universal
Merupakan prinsip-prinsip yang dalam aplikasinya sebagian telah diformatkan dalam bentu Nash praktis dimasa pewahyuan dimasa Nabi masih hidup.
b.   Nash praktis-temporal
Adapun Nash praktis-temporal sebagian ilmuan menyebutkan Nash kontekstual, adalah nash yang turun atau diwahyukanuntuk menjawab secara langsung terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat musli arab ketika masa pewahyuan.[10]
D.    Universalisme Islam
Dengan berbagai dimensi dan jangkauan jauh yang dikandungnya, syumul (universal) adalah karakteristik yang membedakan Islam dari segala sesuatu yang diketahui manusia dari agama-agama, filsafat-filsafat dan mazhab-mazhab (aliran-aliran). Bahwa sesungguhnya Islam itu syumul (universal) yang meliputi semua zaman, kehidupan, dan eksistensi (keberadaan) manusia.
As-Syahid Hasan Al-Banna telah mengungkapkan jangkauan syumul dalam risalah Islam ini, seraya berkata: “adalah risalah yang panjang terbentang sehingga meliputi semua cakrawala umat, dan begitu mendalam (mendetail) sehingga memuat urusan-urusan dunia dan akhirat.
Islam adalah risalah untuk semua zaman dan generasi, bukan risalah yang terbatas oleh masa atau masa tertentu dimana implentasinya berakhir seiring dengan berakhirnya zaman tadi.
Islam bukan risalah untuk kelas tertentu yang dalam aktivitasnya menundukkan kelas-kelas yang lain untuk mengabdikan diri demi kemaslahatannya. Islam adalah risalah bagi mereka semua, bukan untuk golongan tertentu. Islam benar-benar sebagai risalah bagi manusia secara total.[11]
Memiliki berbagai macam agama secara umum terdapat beberapa klasifikasi tentang agama, Ahmad Abdullah al-Masdoosi di dalam bukunya Living Religions of the World menulis: Religion can be classified on three following grounds; Revealed and non-revealed; Missionary and non- missionary; Geoghrapical-racial and universal.      
Revealed religions dimaksudkan sebagai agama yang menghendaki iman kepada Tuhan, kepada para Rasul-Rasul-Nya dan kepada kitab-kitab-Nya serta pesannya untuk disampaikan kepada segenap umat manusia  sedangkan sebaiknya”non-revealed religion.” (agama bukan wahyu) adalah agama yang tidak memandang dari sensial penyerahan manusia kepada tata aturan ilahi dan bukan untuk disebarkan kepada seluruh umat manusia menitikbertakan kepada ajaran keesaan Tuhan dan perintah penyebarannya kepada seluruh umat manusia, maka yang termasuk agama wahyu (samawi) adalah Yahudi, Kristen dan Islam. Sesuai dengan ajaran dan historisnya maka ketiga agama wahyu tersebut sebagai agama missionary. 
Lain halnya menurut para ahli perbandingan Agama seperti Joachim Wach, Sir Thomas Arnold dan Prof. Dr.H.A. Mukti Ali, bahwa yang termasuk agama missionari adalah Buddha, Kristen, dan Islam. Sebagaimana yang ditulis dalam bukunya Ilmu Perbandingan Agama: adalah menjadi tujuan bagi agama-agama da’wah (missionary), seperti agama Buddha, Kristen dan Islam untuk menyiarkan ajarannya di seantero umat manusia.
Dalam kutipan tersebut di atas, agama Yahudi tidak termasuk agama missionary, karena anggapan para pemeluknya (Bangsa Israel) bahwa bangsanya menduduki ras tertinggi, dan tidak pantas bangsa lain untuk memeluk agama Yahudi. Agama Buddha dianggap sebagai agama missionary karena tidak membatasi orang lain untuk memeluknya dan tidak ada ajaran tentang perbedaan kasta bagi pemeluknya.  
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, bahwa agama Yahudi dan Kristen dalam bentuknya yang asli menekankan keesaan Tuhan dan kepasrahan kepada-Nya. Oleh karena itu kedua agama termasuk dalam bentuknya yang murni. Menurut pandangan al-Qur’an agama yang dianut oleh semua nabi-nabi Allah adalah Islam. Lihat QS. (2): 136; QS. (10): 72; QS. (2): 131. Dari rangkaian ayat-ayat tersebut, maka jelas dan tegaslah sudah bahwa menurut al-Qur’an, Islam adalah satu-satunya agama murni samawi, sepanjang masa dan setiap persada. 
Sifat dan ciri-ciri ajaran Islam yang ditarik dan dipahami dari kumpulan berbagai argumentasi keagamaan, cukup banyak antara lain: Rabbaniyah, asy-Syumul (keumuman), al-Waqi’iyyah (berpijak pada kenyataan objektif manusia). Dari sifat al-Waqi’iyyah persolan universalisme Islam dapat dipahami secara lebih jelas.
Waqi’iyyah ajaran Islam juga tercemindalam petunjuk-petunjukNya yang rinci dan global. Keduanya didasarkan pada fitrah manusia yakni:
1.   Apabila fitrah manusia dalam hal yang berkaitan dengan materi, petunjuknya tidak akan mengalamai perubahan maka al-Qur’an menghadirkan petunjuk-petunjuk yang rinci, sperti dalam hal hukum-hukum perkawinan.
2.   Apabila petunjuk-petunjuk dimaksud berkaitan dengan kemampuan manusia untuk menjabarkannya lebih jauh.
Universalisme Islam menampakkan diri dalam berbagai manifestasi penting dan terbaik dalam ajaran-ajarannya. Rangkaian ajaran yang meliputi berbagai bidang sepertichukum agama (fiqih), keimanan (tauhid), etika (akhlaq), dan sikap hidup dapat menampilkan keperdulian yang sangat besar kepada unsur-unsur utama dari kemanusian.[12] 

IV.        SIMPULAN
Secara etimologis, “Islam” berasal dari bahasa Arab, diderivasikan dari “salima” yang berarti “memelihara dalam keadaan yang selamat sentosa”, dan juga berarti “menyerahkan diri, tunduk, patuh dan taat”. Kata “aslama” itulah yang menjadi kata pokok dalam “Islam”, mengandung segala arti yang ada dalam arti pokoknya. Dari pengertian leksikal ini berarti semua benda dan semua manusia, bisa disebut Islam, sebab mereka selalu taat, patuh dan menyerah kepada Allah (sunnatullah).
Pendekatan normatif, yaitu suatu pendekatan yang memandang agama dari segi ajarannya yang pokok dan asli dari Tuhan yang didalamnya belum terdapat penalaran pemikiran manusia.[13]
Sejarah atau Historis adalah suatu ilmu yang didalamnya dibahas berbagai peristiwa dengan mempehatikan unsur tempat, waktu, obyek, latar belakang dan pelaku dari peristiwa tersebut. Menurut ilmu ini segala peristiwa dan dapat dilacak dengan melihat kapan peristiwa itu terjadi, dimana, apa sebabnya, siapa yang terlibat dalam peristiwa tersebut.
Sejalan dengan pengelompokkan Islam normatif dan Islam historis, ada pula ilmuan yang membuat pengelompokkan lain. Nasr Hamid Abu Zaid mengelomokkan menjadi tiga wilayah (domain).
Pertama, wilayah teks asli Islam (the original text of Islam), yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW yang otentik.
Kedua, pemikiran Islam yang merupakan ragam menafsiran terhadap teks asli Islam (Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW).
Ketiga, praktek yang dilakukan kaum muslim. Praktek ini muncul dalam berbagai macam dan bentuk sesuai dengan latar belakang sosial (konteks).
Dengan berbagai dimensi dan jangkauan jauh yang dikandungnya, syumul (universal) adalah karakteristik yang membedakan Islam dari segala sesuatu yang diketahui manusia dari agama-agama, filsafat-filsafat dan mazhab-mazhab (aliran-aliran). Bahwa sesungguhnya Islam itu syumul (universal) yang meliputi semua zaman, kehidupan, dan eksistensi (keberadaan) manusia.

V.         PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat kami susun, kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam menyusun makalah ini. Kami sebagai penyusun makalah minta maaf yang sebesar-besarnya, karena kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Untuk itu, kami membutuhkan kritik dan saran yang dalam penyusunan makalah selanjutnya. Semoga makalah yang kami susun bermanfaat bagi kita semua, amin. 






DAFTAR PUSTAKA

Amin Abdullah. 2002. Studi Agama Normativitas atau Historisitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Yusuf Al-Qardhawi. 2001.  Karakteristik Islam Kajian Analitik. Surabaya: Risalah Gusti.
Amin Abdullah. 2012. Islamic Studies.Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Kaelany. 2000. Islam dan Aspek-aspek Kemasyarakatan. Jakarta: Bumi Aksara.
Muhaimin. 2012. Studi Islam Dalam Ragam Dimensi dan Pendekatan. Jakarta: Kencana.
Abuddin  Nata. 2011. Studi Islam Komprehensif. Jakarta: Prenada Media Group.
Abudin Nata. 2002. Metodologi Studi Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Khoituddin Nasution. 2010. Pengantar Studi Islam.Yogyakarta: ACAdeMIA+ TAZZAFA. 
Amin Syukur. 2010. Pengantar Studi Islam. Semarang: Pustaka Nuun.
Suparman Syukur. 2007. Epistemologi Islam Skolastik Pengaruhnya pada Pemikiran Islam Modern. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

   



BIODATA MAHASISWA

1.      Nama                                : Nihayatul Muna
2.      TTL                                  : Semarang, 06 July 1995
3.      NIM                                 : 133911119
4.      Fak/jur                              : FITK/ PGMI
5.      Alamat Asal                     : Semarang 
6.      Alamat Sekarang              :  Beringin, Ngaliyan, Semarang
7.      Email                                : 1606muna@gmail.com
8.      Facebook                          : Nihayatul muna
9.      Twitter                             : nihayatulmuna@1606muna
10.  Riwayat pendidikan:
a.    Mi. Miftakhul Akhlaqiyah, 2007
b.    Mts. Fatahillah, 2010
c.    Ma. Raudlatul Ulum, 2013
                    

1.      Nama                             : Umi Mutmainah
2.      TTL                                : Demak,  12 Januari 1995
3.      NIM                               : 133911113
4.      Fak/jur                            : FITK/PGMI
5.      Alamat Asal                   : Medini, Gajah, Demak
6.      Alamat Sekarang           : Margoyoso 3
7.      Email                              : umimutmainah121@gmail.com
8.      Facebook                       : Umi Mutmainah
9.      Twitter                           :
10.  RiwayatPendidikan:
a.       SD N 2 Medini, 2007
b.      Mts. Nurul Huda, 2010
c.       MA. NU Assalam, 2013




[1] Amin Abdullah, Studi Agama Normativitas atau Historisitas, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hlm. V-Vi
[2] Amin Syukur, Pengantar Studi Islam, (Semarang: Pustaka Nuun, 2010), hlm. 29
[3] Kaelany, Islam dan Aspek-aspek Kemasyarakatan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), hlm. 31
[4] Muhaimin, Studi Islam Dalam Ragam Dimensi dan Pendekatan, (Jakarta: Kencana,  2012 ),  hlm. 69-75
[5] Abuddin Nata, Studi Islam Komprehensif, (Jakarta: Prenada Media Group, 2011 ), hlm. 23

[6] Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 34
[7] Abuddin Nata, Studi Islam Komprehensif, hlm. 337
[8] Abudin Nata, Metodologi Stdi Islam, hlm. 46-48
[9] Amin Abdullah, Islamic Studies,(Yogyakarta:Pustaka Belajar,2012) hlm. 36-37
[10] Khoituddin Nasution, Pengantar Studi Islam, (Yogyakarta: ACAdeMIA + TAZZAFA, 2010 ), hlm. 15-21
[11] Yusuf Al-Qardhawi, Karakteristik Islam Kajian Analitik, (Surabaya: Risalah Gusti, 2001), hlm. 117-120
[12] Suparman Syukur, Epistemologi Islam Skolastik Pengaruhnya pada Pemikiran Islam Modern, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), hlm. 156-161
[13] Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 34