ISLAM NORMATIF DAN HISTORIS
MAKALAH
Disusun
Guna Memenuhi Tugas
Mata
kuliah: Pengantar Studi Islam
Dosen
pengampu: M. Rikza Chamami, M.S.I
Disusun
oleh:
Umi Mutmainah (133911113)
Nihayatul Muna (133911119)
PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2014
I.
PENDAHULUAN
Dalam wacana studi Agama kontemporer, fenomena keberagamaan manusia
dapat dilihat dari berbagai sudut pendekatan. Ia tidak lagi hanya dilihat dari
sudut dan semata-mata terkait dengan normativitas ajaran wahyu, meskipun
fenomena juga dapat dilihat dari sudut dan terkait erat dengan historisitas pemahaman
dan interpretasi orang-perorangan atau kelompok-perkelompok terhadap
norma-norma ajaran agama yang dipeluknya, serta model-model amalan dan
praktek-praktek ajaran agama yang dilakukannya dalam kehidupan sehari-hari.
Pada umumnya normativitas ajaran wahyu dibangun, diramu, dibekukan dan
ditelaah lewat pendekatan doktrinal-teologis, sedang historisitas keberagamaan
manusia ditelaah lewat berbagai sudut pendekatan keilmuan sosial-keberagamaan
yang bersifat multi dan inter disipliner, baik lewat pendekatan historis,
filosofis, psikologis, sosiologis, kultural maupun antropologis.
Pendekatan dan pemahaman terhadap fenomena keberagamaan yang
bercorak normatif dan historis tidak selamanya akur dan seirama.
Hubungan antara keduanya seringkali diwarnai dengan tension atau
ketegangan, baik yang bersifat kreatif
maupun destruktif.[1]
II.
RUMUSAN MASALAH
A.
Apa yang
dimaksud Islam Normatif?
B.
Apa
yang dimaksud Islam Historis?
C.
Bagaimana
Pengelompokan Islam Normatif dan Islam Historis ?
D.
Bagaimana
Universalisme Islam?
III.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Islam Normatif
Secara etimologis, “Islam” berasal dari bahasa Arab,
diderivasikan dari “salima” yang berarti “memelihara dalam
keadaan yang selamat sentosa”, dan juga berarti “menyerahkan diri, tunduk,
patuh dan taat”. Kata “aslama” itulah yang menjadi kata pokok dalam
“Islam”, mengandung segala arti yang ada dalam arti pokoknya. Dari pengertian
leksikal ini berarti semua benda dan semua manusia, bisa disebut Islam, sebab
mereka selalu taat, patuh dan menyerah kepada Allah (sunnatullah).[2]
Allah juga menegaskan bahwa siapa saja yang memeluk agama selain
Islam tidak akan diterima (QS.3:85), karena itu tentulah para nabi membawa dan
memeluk agama ini, karena Islam memang diperuntukkan bagi segenap manusia. Ajaran
Islam itu, oleh karenanya merata, mengatur manusia dalam segala seginya, bukan
semata mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, melainkan juga mengatur
hubungan manusia dengan sesamanya, dan manusia dengan lingkungannya (alam
semesta).[3]
Kata Islam mengandung arti atau makna yang bermacam-macam, tetapi
mengandung kesatuan makna. Sebagaimana dapat dipahami dan direnungkan dalam
uraian ini.
Pertama, “ Islam”
berasal dari kata al-salamu, al- salmu, as-silmu yang berarti
menyerahkan diri, pasrah, tunduk dan patuh. Dengan demikian “Islam” mengandung
sikap penyerahan diri, pasrah, tunduk, dan patuh dari manusia terhadap Tuhannya
atau makhluk terhadap Kholik nya, Tuhan yang Maha Esa. Sikap tersebut tidak hanya berlaku bagi hamba-Nya (manusia),
tetapi merupakan hakikat dari seluruh alam, sikap penyerahan diri, pasrah,
tunduk, dan patuh ciptaan (makhluk) kepada penciptanya (Khalik). Langit dan
bumi (benda-benda mati) adalah taat, patuh, dan pasrah (Islam) kepada Tuhan
(QS. Fushsilat: 11).
Kedua, “Islam” berasal
dari kata al-silmu atau al-salmu, yang berarti damai dan aman.
Dan hal ini mengandung makna bahwa orang yang ber-Islam berarti, orang yang
masuk dalam perdamaian, dan keamanan, dan seorang muslim adalah orang yang
bikin perdamaian dan keamanan dengan Tuhan, manusia, dirinya sendiri, dan alam.
Damai dengan Tuhan berarti tunduk dan patuh secara menyeluruh kepada
kehendaknya. Damai dengan manusia tidak hanya berarti meninggalkan perbuatan jelek
dan tidak menyakitkan orang lain, tetapi juga berbuat baik kepada orang lain,
karena manusia tidaklah terlepas berbuat baik dan ketergantungan kepada orang
lain. Damai dengan dirinya sendiri berarti selalu memelihara diri dan menjaganya dari berbagai macam ancaman dan
siksaan atau penderitaan, apakah berupa penyakit (jasmani maupun rohani), dan atau
lain-lainya. Sedangkan damai dengan alam berarti memelihara, memakmurkan, dan
membudayakan alam, serta memanfaatkannya, selaras dengan sifat dan kondisi dari
alam itu sendiri, dan tidak merusaknya atau melanggar hukum-hukum alam
(Sunnatullah).
Ketiga, “Islam” berasal
dari kata as-salmu, as-salmu dan salamtu, yang berarti: bersih
dan selamat dari kecatatan lahir batin, pengertian ini dapat dipahami dari
firman Allah dalam QS. Al-syu’ara: 89, manusia terdiri dari 2 subtansi, yaitu
jasad dan ruh. Selama manusia senantiasa menjaga diri dan memelihara fitrahnya
serta pilihannya mengarah kepada diri dan memelihara fitrahnya, serta
pilihannya mengarah kepada pilhan pahalanya, maka dia akan bersih dan selamat
dari kecacatan-kecacatan lahir maupun batin, dan selamat dunia akhirat.
Sebaliknya kalau manusia dalam perjalanan hidupnya menyimpang dari fitrahnya,
dan pilihan hidupnya mengarah pada pilihan buruknya (dosa), maka dia akan
sengsara, tidak selamat, dan tidak bahagia hidupnya lahir batin dunia akhirat.[4]
Sebagai agama yang terakhir dan lengkap, Islam memiliki unsur-unsur
penting yaitu:
1.
Kepercayaan
kepada kekuatan gaib sebagai tempat berlindung dan memohon. Oleh karena itu
manusia merasa harus mengadakan hubungan baik dengan kekuatan gaib ini.
Hubungan baik ini dapat diwujudkan dengan mematuhi perintah-Nya dan menjauhi
larangan-Nya.
2.
Keyakinan,
bahwa kesejahteraan manusia di dunia ini dan hidupnya di akhirat tergantung
pada adanya hubungan baik dengan kekuatan gaib yang dimaksud. Dengan hilangnya
hubungan baik itu, kesejahteraan dan kebahagiaan yang dicari akan hilang.
3.
Adanya
respon yang bersifat emosional dari manusia kepada kekuatan gaib. Respon ini
mengambil bentuk pengabdian dan ibadah
kepada-Nya.
4.
Paham
adanya yang kudus (sacred) dan suci, dalam bentuk kekuatan gaib, dalam
bentuk kitab yang mengandung ajaran agama bersangkutan dan dalam bentuk
tempat-tempat tertentu.[5]
Pendekatan normatif, yaitu suatu pendekatan yang memandang agama
dari segi ajarannya yang pokok dan asli dari Tuhan yang didalamnya belum
terdapat penalaran pemikiran manusia.[6]
Pendekatan normatif dalam memahami
Agama secara harfiah dapat diartikan sebagai upaya memahami Agama dengan
menggunakan kerangka Ilmu ke-Tuhan-an yang bertolak dari suatu keyakinan bahwa
wujud empirik dari suatu keagamaan dianggap sebagai yang paling benar
dibandingkan dengan lainnya.
B.
Pengertian
Islam Historis
Kata sejarah merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, history yang
berasal dari bahasa Yunani, istoria yang berarti ilmu. Kata Istoria oleh
Filsuf Yunani seperti Aristoteles diartikan sebagai penelaahan secara
sistematis mengenai seperangkat gejala alam, dan dalam penggunaannya, kata
histori diartikan sebagai masa lampau umat manusia.
Adapun pengertian sejarah menurut para ahli sejarah antara lain:
1.
Sejumlah
perubahan, kejadian, dan peristiwa yang terdapat dalam kenyataan sekitar kita.
2.
Cerita
tentang perubahan, kejadian, dan peristiwa yang merupakan realitas tersebut.
3.
Ilmu
yang bertugas menyelidiki perubahan kejadian, dan peristiwa yang merupakan
realitas tersebut.[7]
Sejarah atau Historis adalah suatu ilmu yang didalamnya dibahas
berbagai peristiwa dengan mempehatikan unsur tempat, waktu, obyek, latar
belakang dan pelaku dari peristiwa tersebut. Menurut ilmu ini segala peristiwa
dan dapat dilacak dengan melihat kapan peristiwa itu terjadi, dimana, apa
sebabnya, siapa yang terlibat dalam peristiwa tersebut.
Melalui pendekatan sejarah seseorang diajak menukik dari alam
idealis ke alam yang bersifat Empiris dan mendunia. Dari keadaan ini seseorang
akan melihat adanya kesenjangan atau keselarasan antara yang terdapat dalam
alam idealis dengan yang ada di alam empiris dan historis.
Pendekatan kesejarahan ini sangat dibutuhkan dalam memahami agama,
karena agama itu sendiri turun dalam situasi yang konkret bahkan berkaitan
dengan kondisi sosial kemasyarakatan. Dalam hubungan ini Kuntowijoyo telah
melakukan studi yang mendalam terhadap Agama yang dalam hal ini Islam, menurut
pendekatan sejarah. Ketika dia mempelajari Al-Qur’an maka dia sampai pada suatu
kesimpulan bahwa pada dasarnya kandungan dalam Al-Qur’an itu terbagi menjadi
dua bagian pertama, berisi tentang konsep-konsep, dan kedua,
berisi tentang kisah-kisah sejarah dan perumpamaan.
Dan melalui pendekatan sejarah ini seseorang diajak untuk memasuki
keadaan yang sebenarnya berkenaan dengan penerapan suatu peristiwa. Dari sini
maka seseorang tidak akan memahami agama keluar dari konteks historisnya,
karena pemahaman demikian itu akan menyesatkan orang yang memahaminya.[8]
Problem rasonalitas dan historitas dalam pemikiran Islam dan
ilmu-ilmu keislamaan saat ini sedang mendapat tantangan dan kritik tajam,
khususnya dari sarjana-sarjana muslim masa kini. Beberapa diantara para
pemikiran itu dapat disebutkan antara lain Muhammad ‘Abid Al-Jabiri, Nasr Hamid
Abu zaid, Muhammad Shahrur dan Abdullah Ahmad Na’im. Meskipun demikian, menurut
pengamatan penulis yang masih harus diuji lebih lanjut, belum ada satu pun dari
generasi pemikir-pemikir Islam saat ini yang mencoba menjelaskan relevansi
penerapan teori-teori dan metedologi-metodologi ilmiah, yang merupakan
intisarinya filsafat ilmu, pada wacana ilmu-ilmu keislamaan dan pemikiran islam
yang begitu luas.[9]
C.
Pengelompokan
Islam Normatif dan Islam Historis
Sejalan
dengan pengelompokkan Islam normatif dan Islam historis, ada pula ilmuan yang
membuat pengelompokkan lain. Nasr Hamid Abu Zaid mengelomokkan menjadi tiga
wilayah (domain).
Pertama, wilayah teks
asli Islam (the original text of Islam), yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Nabi
Muhammad SAW yang otentik.
Kedua, pemikiran Islam
yang merupakan ragam menafsiran terhadap teks asli Islam (Al-Qur’an dan Sunnah
Nabi Muhammad SAW). Dapat pula disebut hasil ijtihad terhadap teks asli Islam,
seperti tafsir dan fikih. Dan dalam kelompok ini dapat ditemukan dalam empat
pokok cabang:
1.
Hukum/
fikih
2.
Teologi
3.
Filsafat
4.
Tasawuf/
mistik
Hasil
ijtihad dalam bidang hukum/fikih muncul dalam bentuk : fikih, fatwa dan
yurispundensi (kumpulan putusan hakim), kodifikasi/unifikasi, yang muncul dalam
bentuk UU (undang-undang) dan kompilasi.
Ketiga, praktek yang
dilakukan kaum muslim. Praktek ini muncul dalam berbagai macam dan bentuk sesuai
dengan latar belakang sosial (konteks). Contohnya adalah praktek sholat muslim
di Pakistan yang tidak meletakkan tangan di dada, sementara muslim Indonesia
meletakkan tangan di dada-nya.
Sedangkan
Abdullah Saeed meyebutkan tiga tingkatan pula, tetapi dengan formulasi yang
berbeda sebagai berikut:
Tingkatan pertama, adalah
nilai pokok/ dasar/ asas, kepecayaan, ideal dan institusi-institusi.
Tingkatan kedua, adalah
penafsiran terhadap nilai dasar tersebut, agar nilai-nilai dasar tersebut dapat
dilaksanakan/ dipraktekkan.
Tingkatan ketiga, adalah
manifestasi/ praktek berdasarkan pada nilai-nilai dasar tersebut yang berbeda
antara satu negara dengan negara lain, bahan antara satu wilayah dengan wilayah
lain. Perbedaan terjadi karena perbedaan penafsiran dan perbedaan konteks dan
budaya.
Pengelompokkan
lain oleh Ibrahim M. Abu Rabi’, meskipun mencampurkan antara pelapisan dengan
pengelompokkan. Ibrahim menetapkan empat pengelompokkan, antara lain :
Petama, Islam sebagai dasar ideologi/ filosofi
Maksud
Islam pada dataran ideologi adalah landasan gerakan sekelompok orang,
sekolompok komunitas dengan mengatas namakan Islam. Maka pada tingkatan ini,
Islam identik dengan ideologi sosialis, ideologi kapitalis dan
ideologi-ideologi sejenis lainnya.
Kedua, Islam sebagai dasar teologi
Sementara
Islam sebagai dasar teologi atau filosofi secara sederhana berarti berserah
kepada satu Tuhan. Untuk lebih lengkapnya lebih dahulu dikutip apa yang
diungkapkan dalam kamus. Disebutkan theology adalah a formal study of
the nature of God of the foundation of religious belief. Prinsipnya pada
tingkatan inilah agama yang didefinisikan sebagai pengakuan terhadap adanya
hubungan manusia dengan kekuatan ghaib yang harus dipatuhi, pengakuan terhadap
adanya kekuatan ghaib yang menguasai manusia, pengakuan pada satu sumber yang
berada di luar diri manusia, kepercayaan pada suatu kekuatan ghaib yang
menimbulkan cara hidup tertentu, sistem tingkah laku yang berasal dari kekuatan
ghaib, pengakuan terhadap kewajiban-kewajiban yang bersumber pada kekuatan
ghaib, pemujaan kekuatan ghaib.
Ketiga, Islam pada level teks
Adapun
Islam pada level teks sama dengan teori Nasr Hamid Abu Zaid yakni teks asli
sumber ajaran Islam berupa Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW.
Keempat, Islam pada level praktek
Sementara
Islam dalam level praktek adalah praktek yang dilakukan kaum muslim sepanjang
sejarah muslim dalam berbagai macam latar belakang sosial budaya dan tradisi.
Nasr
Hamid Abu Zaid mengelompokkan untuk tujuan domain studi Islam. Sementara
Abdullah Saeed dalam konteks untuk menjelaskan ada ajaran pokok yang
disepakati, adapula ajaran sebagai hasil Ijtihad dan praktek yang muncul dalam
perbedaan. Demikian juga Abu Rabi’ misalnya mengelompokkan bedarsarkan dan
untuk kepentingan penjelasan agam-agama, dimana ada kesamaan ditingkat
tertentu. Demikian juga dikalangan muslim ada perbedaan ditingkat tertentu.
Untuk
kepentingan pembahasan dan analisis, dalam tulisan ini lebih tepat menggunakan
teori yang mengelompokkan Islam menjadi tiga level.
Pertama, Islam pada level teks asli berupa Al-Qur’an dan Sunnah Nabi
Muhammad SAW yang otentik. Pada level ini dapat disebut kaum muslim diseluruh
dunia, mempunyai Al-Qur’an dan Sunnah yang sama kecuali, kelompok Syi’ah yang
mempunyai kategori Sunnah sendiri.
Kedua, Islam pada level pemahan
atau penafsiran terhadap teks asli atau hasil ijtihad. Pada level ini, Islam
dapat pula disebut Islam sebagai hasil atau produk pemikiran atau ijtihad. Pada
level ini penafsiran dan pemahaman muncul banyak sekali.
Ketiga, Islam pada level praktek muslim dalam kehidupan nyata sesuai dengan
latar belakang historis, budaya dan tradisi masing-masing.
Pada level teks
ini, Islam adalah nash yang menurut hemat penulis sesuai dengan pendapat
sejumlah ilmuan atau ulama’ dapat dikelomopkkan menjadi dua yakni:
a.
Nash
prinsip atau normatif-universal
Merupakan prinsip-prinsip yang dalam aplikasinya sebagian telah
diformatkan dalam bentu Nash praktis dimasa pewahyuan dimasa Nabi masih hidup.
b.
Nash
praktis-temporal
Adapun Nash praktis-temporal sebagian ilmuan menyebutkan Nash
kontekstual, adalah nash yang turun atau diwahyukanuntuk menjawab secara
langsung terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat musli arab
ketika masa pewahyuan.[10]
D.
Universalisme
Islam
Dengan berbagai dimensi dan jangkauan jauh yang dikandungnya, syumul
(universal) adalah karakteristik yang membedakan Islam dari segala sesuatu
yang diketahui manusia dari agama-agama, filsafat-filsafat dan mazhab-mazhab
(aliran-aliran). Bahwa sesungguhnya Islam itu syumul (universal) yang
meliputi semua zaman, kehidupan, dan eksistensi (keberadaan) manusia.
As-Syahid Hasan Al-Banna telah mengungkapkan jangkauan syumul
dalam risalah Islam ini, seraya berkata: “adalah risalah yang panjang
terbentang sehingga meliputi semua cakrawala umat, dan begitu mendalam
(mendetail) sehingga memuat urusan-urusan dunia dan akhirat.
Islam adalah risalah untuk semua zaman dan generasi, bukan risalah
yang terbatas oleh masa atau masa tertentu dimana implentasinya berakhir
seiring dengan berakhirnya zaman tadi.
Islam bukan risalah untuk kelas tertentu yang dalam aktivitasnya
menundukkan kelas-kelas yang lain untuk mengabdikan diri demi kemaslahatannya. Islam
adalah risalah bagi mereka semua, bukan untuk golongan tertentu. Islam
benar-benar sebagai risalah bagi manusia secara total.[11]
Memiliki berbagai macam agama secara umum terdapat beberapa
klasifikasi tentang agama, Ahmad Abdullah al-Masdoosi di dalam bukunya Living
Religions of the World menulis: Religion can be classified on three
following grounds; Revealed and non-revealed; Missionary and non- missionary;
Geoghrapical-racial and universal.
Revealed religions
dimaksudkan sebagai agama yang menghendaki iman kepada Tuhan, kepada para
Rasul-Rasul-Nya dan kepada kitab-kitab-Nya serta pesannya untuk disampaikan
kepada segenap umat manusia sedangkan
sebaiknya”non-revealed religion.” (agama bukan wahyu) adalah agama yang
tidak memandang dari sensial penyerahan manusia kepada tata aturan ilahi dan bukan
untuk disebarkan kepada seluruh umat manusia menitikbertakan kepada ajaran
keesaan Tuhan dan perintah penyebarannya kepada seluruh umat manusia, maka yang
termasuk agama wahyu (samawi) adalah Yahudi, Kristen dan Islam. Sesuai dengan
ajaran dan historisnya maka ketiga agama wahyu tersebut sebagai agama missionary.
Lain halnya menurut para ahli perbandingan Agama seperti Joachim
Wach, Sir Thomas Arnold dan Prof. Dr.H.A. Mukti Ali, bahwa yang termasuk agama missionari
adalah Buddha, Kristen, dan Islam. Sebagaimana yang ditulis dalam bukunya Ilmu
Perbandingan Agama: adalah menjadi tujuan bagi agama-agama da’wah (missionary),
seperti agama Buddha, Kristen dan Islam untuk menyiarkan ajarannya di seantero
umat manusia.
Dalam kutipan tersebut di atas, agama Yahudi tidak termasuk agama missionary,
karena anggapan para pemeluknya (Bangsa Israel) bahwa bangsanya menduduki
ras tertinggi, dan tidak pantas bangsa lain untuk memeluk agama Yahudi. Agama
Buddha dianggap sebagai agama missionary karena tidak membatasi orang
lain untuk memeluknya dan tidak ada ajaran tentang perbedaan kasta bagi
pemeluknya.
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, bahwa agama Yahudi dan
Kristen dalam bentuknya yang asli menekankan keesaan Tuhan dan kepasrahan
kepada-Nya. Oleh karena itu kedua agama termasuk dalam bentuknya yang murni.
Menurut pandangan al-Qur’an agama yang dianut oleh semua nabi-nabi Allah adalah
Islam. Lihat QS. (2): 136; QS. (10): 72; QS. (2): 131. Dari rangkaian ayat-ayat
tersebut, maka jelas dan tegaslah sudah bahwa menurut al-Qur’an, Islam adalah
satu-satunya agama murni samawi, sepanjang masa dan setiap persada.
Sifat dan ciri-ciri ajaran Islam yang ditarik dan dipahami dari
kumpulan berbagai argumentasi keagamaan, cukup banyak antara lain: Rabbaniyah,
asy-Syumul (keumuman), al-Waqi’iyyah (berpijak pada
kenyataan objektif manusia). Dari sifat al-Waqi’iyyah persolan
universalisme Islam dapat dipahami secara lebih jelas.
Waqi’iyyah ajaran Islam juga tercemindalam petunjuk-petunjukNya
yang rinci dan global. Keduanya didasarkan pada fitrah manusia yakni:
1.
Apabila
fitrah manusia dalam hal yang berkaitan dengan materi, petunjuknya tidak akan
mengalamai perubahan maka al-Qur’an menghadirkan petunjuk-petunjuk yang rinci,
sperti dalam hal hukum-hukum perkawinan.
2.
Apabila
petunjuk-petunjuk dimaksud berkaitan dengan kemampuan manusia untuk
menjabarkannya lebih jauh.
Universalisme Islam
menampakkan diri dalam berbagai manifestasi penting dan terbaik dalam
ajaran-ajarannya. Rangkaian ajaran yang meliputi berbagai bidang sepertichukum
agama (fiqih), keimanan (tauhid), etika (akhlaq), dan sikap hidup dapat
menampilkan keperdulian yang sangat besar kepada unsur-unsur utama dari kemanusian.[12]
IV.
SIMPULAN
Secara etimologis, “Islam” berasal dari bahasa Arab,
diderivasikan dari “salima” yang berarti “memelihara dalam
keadaan yang selamat sentosa”, dan juga berarti “menyerahkan diri, tunduk,
patuh dan taat”. Kata “aslama” itulah yang menjadi kata pokok dalam
“Islam”, mengandung segala arti yang ada dalam arti pokoknya. Dari pengertian
leksikal ini berarti semua benda dan semua manusia, bisa disebut Islam, sebab
mereka selalu taat, patuh dan menyerah kepada Allah (sunnatullah).
Pendekatan normatif, yaitu suatu pendekatan yang memandang agama
dari segi ajarannya yang pokok dan asli dari Tuhan yang didalamnya belum
terdapat penalaran pemikiran manusia.[13]
Sejarah atau Historis adalah suatu ilmu yang didalamnya dibahas
berbagai peristiwa dengan mempehatikan unsur tempat, waktu, obyek, latar
belakang dan pelaku dari peristiwa tersebut. Menurut ilmu ini segala peristiwa
dan dapat dilacak dengan melihat kapan peristiwa itu terjadi, dimana, apa
sebabnya, siapa yang terlibat dalam peristiwa tersebut.
Sejalan dengan pengelompokkan Islam normatif dan Islam historis,
ada pula ilmuan yang membuat pengelompokkan lain. Nasr Hamid Abu Zaid
mengelomokkan menjadi tiga wilayah (domain).
Pertama, wilayah teks
asli Islam (the original text of Islam), yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Nabi
Muhammad SAW yang otentik.
Kedua, pemikiran Islam
yang merupakan ragam menafsiran terhadap teks asli Islam (Al-Qur’an dan Sunnah
Nabi Muhammad SAW).
Ketiga, praktek yang
dilakukan kaum muslim. Praktek ini muncul dalam berbagai macam dan bentuk sesuai
dengan latar belakang sosial (konteks).
Dengan berbagai dimensi dan jangkauan jauh yang dikandungnya, syumul
(universal) adalah karakteristik yang membedakan Islam dari segala sesuatu
yang diketahui manusia dari agama-agama, filsafat-filsafat dan mazhab-mazhab
(aliran-aliran). Bahwa sesungguhnya Islam itu syumul (universal) yang
meliputi semua zaman, kehidupan, dan eksistensi (keberadaan) manusia.
V.
PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat kami susun, kami menyadari bahwa
masih banyak kekurangan dalam menyusun makalah ini. Kami sebagai penyusun
makalah minta maaf yang sebesar-besarnya, karena kesempurnaan hanyalah milik
Allah SWT. Untuk itu, kami membutuhkan kritik dan saran yang dalam penyusunan
makalah selanjutnya. Semoga makalah yang kami susun bermanfaat bagi kita semua,
amin.
DAFTAR PUSTAKA
Amin Abdullah. 2002. Studi Agama Normativitas atau Historisitas.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Yusuf Al-Qardhawi. 2001. Karakteristik
Islam Kajian Analitik. Surabaya: Risalah Gusti.
Amin Abdullah. 2012. Islamic Studies.Yogyakarta: Pustaka
Belajar.
Kaelany. 2000. Islam dan Aspek-aspek Kemasyarakatan. Jakarta:
Bumi Aksara.
Muhaimin.
2012. Studi Islam Dalam Ragam Dimensi dan Pendekatan. Jakarta: Kencana.
Abuddin Nata. 2011. Studi
Islam Komprehensif. Jakarta: Prenada Media Group.
Abudin Nata. 2002. Metodologi Studi Islam. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Khoituddin Nasution. 2010. Pengantar Studi Islam.Yogyakarta:
ACAdeMIA+ TAZZAFA.
Amin Syukur. 2010. Pengantar Studi Islam. Semarang: Pustaka
Nuun.
Suparman Syukur. 2007. Epistemologi Islam Skolastik Pengaruhnya
pada Pemikiran Islam Modern. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
BIODATA
MAHASISWA
1.
Nama : Nihayatul Muna
2. TTL :
Semarang, 06 July 1995
3. NIM :
133911119
4. Fak/jur :
FITK/ PGMI
5. Alamat Asal :
Semarang
6. Alamat Sekarang :
Beringin, Ngaliyan, Semarang
7. Email :
1606muna@gmail.com
8. Facebook :
Nihayatul muna
9.
Twitter :
nihayatulmuna@1606muna
10. Riwayat pendidikan:
a.
Mi.
Miftakhul Akhlaqiyah, 2007
b.
Mts.
Fatahillah, 2010
c.
Ma.
Raudlatul Ulum, 2013
1.
Nama : Umi Mutmainah
2.
TTL : Demak, 12 Januari 1995
3.
NIM : 133911113
4.
Fak/jur : FITK/PGMI
5.
Alamat
Asal : Medini, Gajah, Demak
6.
Alamat
Sekarang : Margoyoso 3
7.
Email :
umimutmainah121@gmail.com
8.
Facebook : Umi Mutmainah
9.
Twitter :
10. RiwayatPendidikan:
a.
SD N
2 Medini, 2007
b.
Mts.
Nurul Huda, 2010
c.
MA. NU
Assalam, 2013
[1] Amin Abdullah,
Studi Agama Normativitas atau Historisitas, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2002), hlm. V-Vi
[2] Amin Syukur, Pengantar
Studi Islam, (Semarang: Pustaka Nuun, 2010), hlm. 29
[3] Kaelany, Islam
dan Aspek-aspek Kemasyarakatan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), hlm. 31
[5] Abuddin Nata, Studi
Islam Komprehensif, (Jakarta: Prenada Media Group, 2011 ), hlm. 23
[6]
Abudin Nata, Metodologi
Studi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 34
[7] Abuddin Nata, Studi
Islam Komprehensif, hlm. 337
[8] Abudin Nata, Metodologi
Stdi Islam, hlm. 46-48
[9]
Amin Abdullah, Islamic Studies,(Yogyakarta:Pustaka Belajar,2012)
hlm. 36-37
[10] Khoituddin
Nasution, Pengantar Studi Islam, (Yogyakarta: ACAdeMIA + TAZZAFA, 2010
), hlm. 15-21
[11] Yusuf
Al-Qardhawi, Karakteristik Islam Kajian Analitik, (Surabaya: Risalah
Gusti, 2001), hlm. 117-120
[12] Suparman
Syukur, Epistemologi Islam Skolastik Pengaruhnya pada Pemikiran Islam
Modern, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), hlm. 156-161
[13]
Abudin Nata, Metodologi
Studi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 34
izin copas mbak
BalasHapusizin copas mbak
BalasHapusLengkap banget pembahasannya. Tapi Kayaknya ada yang kurang. Coba baca artikel ini Studi Islam Normativitas Dan Historisitasnya
BalasHapus