Sabtu, 10 Januari 2015

ALIRAN-ALIRAN DALAM TEOLOGI ISLAM

       I.            PENDAHULUAN
Sebagai salah satu ilmu keislaman, ilmu kalam sangatlah penting untuk dipelajari seorang muslim yang mana pembahsan dalam ilmu kalam ini adalah pembahasan tentang aqidah islam yang merupakan inti dasar agama, karena persoalan aqidah Islam ini memiliki konsekwensi yang berpengaruh pada keyakinan yang berkaitan dengan bagaimana seseorang harus menginterpretasikan Tuhan itu sebagai sembahannya hingga terhindar dari jurang kesesatan dan dosa yang tak terampunkan (syirik).
Memang pada pembahsan soal agama Islam adalah aqidah, namun dalam kenyataanya masalah pertama yang muncul di kalangan umat Islam bukanlah masalah teologi, melainkan persoalan bidang politik. Hal ini didasari dengan faktasejarah yang menunjukkan bahwa titik awal munculnya persoalan pertama ini ditandai dengan lahirnya kelompok-kelompok dari kaum muslimin yang telah terpecah yang kesemuanya itu diawali dengn persoalan politik yang kemudian memunculkan kelompok-kelompok dengan berbagai aliran teologi dan berbagai pendapat-pendapat yang berbeda-beda.

    II.            RUMUSAN MASALAH
A.  Bagaimana Awal Terjadinya Perpecahan Umat Islam?
B.  Apa Sebab-Sebab Timbulnya Aliran-Aliran?
C.  Apa Saja Macam-Macam Aliran dan Bagaimana Pandangan-Pandangannya?

 III.            PEMBAHASAN
A.  Awal terjadinya perpecahan umat Islam
Perpecahan umat Islam diawali ketika Nabi Muhammad SAW wafat pada tahun 632 M karena beliau di samping menjadi Rasul telah pula menjadi seorang ahli negara. Jadi ketika beliau wafat masyarakat Madinah sibuk memikirkan pengganti beliau untuk mengepalai negara, sehingga penguburan Nabi merupakan soal kedua bagi mereka. Timbullah soal khilafah, soal penggantiNabi Muhammad sebagai kepala negara.[1]
Sejarah meriwayatkan bahwa Abu Bakar-lah yang disetujui oleh masyarakat Islam diwaktu itu menjadi pengganti atau khalifah Nabi dalam mengepalai negara mereka. Kemudian Abu Bakar digantikan oleh Umar Ibn Khattab dan Umar digantikan oleh Usman Ibn Affan. Karena pada masa pemerintahan Usman Ibn Affan menggunakan nepotisme menimbulkan perasaan tidak senang, dan menimbulkan pemberontakan yang membawa pada pembunuhan Usman oleh para pemuka-pemuka pemberontakan dari Mesir.[2]
Setelah Usman wafat Ali, sebagai calon terkuat, menjadi khalifah yang keempat. Tetapi segera mendapat tantangan dari pemuka-pemuka yang ingin pula menjadi khalifah, terutama Talhah dan Zubeir dari Mekkah yang mendapat sokongan dari Aisyah. Tantangan dari Aisyah-Talhah-Zubeir ini dipatahkan Ali dalam pertempuran yang terjadi di Irak tahun 656. Talhah dan Zubeir mati terbunuh dan Aisyah dikirim kembali ke Mekkah.[3]
Tantangan kedua datang dari Muawiyah, Gubernur Damaskus dan keluarga yang dekat bagi Usman. Ia menuntut kepada Ali supaya menghukum pembunuh-pembunuh Usman, bahkan ia menuduh Ali turut campur dalam soal pembunuhan itu. Salah seorang pemuka pemberontak-pemberontak Mesir, yang datang ke Madinah dan kemudian membunuh Usman adalah Muhammad Ibn Abi Bakr, anak angkat dari Ali Ibn Abi Talib. Dan Ali tidak mengambil tindakan keras terhadap pemberontak-pemberontak itu, bahkan Muhammad Ibn Abi Bakr diangkat menjadi gubernur Mesir.[4]
Dalam pertempuran yang terjadi antara Ali Ibn Abi Talib dengan Muawiyah, yang kaki kanan dari Ali yaitu Abu Musa al-Asy,ari dan dari Muawiyah yaitu Amr Ibn As yang terkenal sebagai orang licik.  Karena kelicikan dari Amr Ibn As yang meminta berdamai dengan mengangkat Al-Qur’an ke atas. Ali mendapat desakan supaya menerima tawaran itu dan dengan demikian dicarilah perdamaian dengan mengadakan tahkim.[5]
Sikap Ali yang menerima tipu muslihat Amr Ibn As, menjadi masalah teologi yangmana ada sebagian tentaranya yang tidak setuju dengan diadakannya tahkim. Yaitu kelompok khawarij yang memandang bahwa tahkim adalah penyelesaian masalah atas hasil rekayasa manusia, bukan didasarkan atas Al-Qur’an. Dan orang yang memutuskan masalah tidak berdasarkan Al-Qur’an adalah kafir. Maka orang yang melakukan dan menerima tahkim adalah kafir. Dengan demikian Ali, Muawiyah, Abu Musa dan Amr  pelaku tahkim menurut Khawarij adalah sudah keluar dari Islam dan harus dibunuh. Untuk itu khawarij berusaha untuk membunuh tokoh-tokoh tersebut, dan yang berhasil dibunuh adalah Ali Ibn Abi Talib (661 H).[6]
Dalam perkembangan selanjutnya, yang dipandang kafir bukan hanya orang yang memutuskan masalah tidak berdasarkan Al-Qur’an, tetapi yang dipandang kafir oleh Khawarij adalah termasuk pelaku dosa besar adalah kafir. Reaksi tehadapnya muncul dari aliran Murji’ah, yang memandang orang muslim yang melakukan dosa besar tidak tidak kafir, ia masih mukmin. Kemudian muncul aliran yang lain, yakni Mu’tazilah yang memandang muslim melakukan dosa besar, bukan mukmin dan bukan kafir, tetapi menempati posisi diantara keduanya (al-manzilah bain al-manzilatain).[7]
Pada masa itu pula muncul aliran Qadariyah yang menyatakan bahwa manusia berkuasa menciptakan perbuatannya sendiri, tanpa campur tangan Tuhan. Sebaliknya juga muncul aliran Jabariyah yang berpendapat bahwa manusia tidak kuasa menciptakan perbuatannya, tetapi semua perbuatan manusia diciptakan oleh Tuhan.[8]
Pada zaman Abbasiyah, filsafat Yunani dan saint banyak dipelajari umat Islam. Masalah kalam mendapat tantangan amat besar. Kaum muslimin tidak bisa mematahkan argumentasi filosofis pihak lain tanpa menggunakan senjata filsafat dan rasional pula. Untuk itu bangkitlah Mu’tazilah mempertahankan kalam dengan menggunakan argumentasi-argumentasi filsafat tersebut. Tetapi sikap Mu’tazilah terlalu mengagungkan akal, maka lahirlah aliran Ahl as-sunnah wa al-Jama’ahyang mencoba mengkompromikan antara dalil-dalil naqli (Al-Qur’an dan hadits) dan dalil-dalil aqli dengan tidak mengabaikan bahkan mendahulukan nas. Karena, tampaknya ini dapat diterima oleh mayoritas kaum muslimin.[9]
B.  Sebab-sebab timbulnya aliran-aliran
Sebab-sebab timbulnya aliran-aliran itu sebenrnya banyak, akan tetapi dapat digolongkan kepada dua bagian, yaitu sebab-sebab dari dalam dan sebab-sebab dari luar.
1.    Sebab-sebab dari dalam, maksudnya adalah sebab-sebab yang datang dari Islam sendiri, antara lain:
a.    Al-Qur’an, disamping berisi masalah kalam (ketauhidan), kenabian, dan lainnya, juga berisi bantahan dan tantangan terutama terhadap agama-agama yang ada saat itu, seperti:
1)    Bantahan terhadap orang-orang musyrik, (yang mentuhankan binatang). Seperti surat al-An’am ayat 76-78.
2)    Bantahan terhadap orang-orang yang mentuhankan Nabi Isa. Seperti surat al-Maidah ayat 116.
3)    Perintah untuk melaksanakan dakwah dengan bijaksana dan melakukan bantahan dengan cara yang baik. Seperti surat an-Nahl ayat 125.
b.    Pada awal Islam, masalah keimanan tidak dipersoalkan secara mendalam. Tetapi setelah Nabi wafat dan Umat Islam berhubungan dengan kebudayaan dan peradaban asing, mereka mulai mengenal filsafat. Mereka menggunakan filsafat untuk memahami memfilsafati ayat-ayat al-Qur’an, terutama ayat-ayat yang secara lahiriah tampak bertentangan antara satu dengan lainnya. Hal itu perlu pemecahan, sedang pemecahannya diperlukan ilmu sendiri.
c.    Masalah politik, terutama yang berkaitan dengan khalifah, yang bermula dari terbunuhnya khalifah Usman yang melahirkan perdebatan teologis dikalangan umat Islam, yakni pembunuh Usman itu berdosa atau tidak. Kemudian masalah khilafah, apakah termasuk masalah agama atau hanya sekedar masalah keduniaan. Pihak Syi’ah memandang bahwa khilafah atau imamah merupakan bagian tak terpisahkan dari agama.
2.    Sebab-sebab dari luar, maksudnya adalah sebab-sebab yang datang dari luar Islam. Seperti ajaran agama lain yang dibawa oleh orang-orang tertentu termasuk umat Islam yang dulunya menganut agama lain. Disamping itu, umat Islam juga ada yang mempelajari filsafat Yunani dan ilmu pengetahuan lainnya untuk kepentingan dakwah Islam.[10]
C.  Macam-macam aliran
Macam-macam aliran yang telah ada dintaranya, yaitu[11]:
1.    Khawarij
Khawarij menurut bahasa merupakan jamak dari kata kharijiy yang berarti orang-orang yang keluar, mengungsi atau mengasingkan diri. Asy-Syihristani mendefinisikan bahwa khawarij adalah setiap orang yang keluar dari Imam yang berhak yang telah disepakati oleh masyarakat. Kelompok khawarij yang pertama adalah Al-Muhakkimah (Syuroh/Haruriyyah) yaitu pengikut Ali yang memisahkan diri karena tidak setuju dengan adanya perdamaian antara beliau dengan Muawiyah saat perang Siffin. Mereka menganggap Ali dan orang-orang yang menyetujui perdamaian tadi adalah orang-orang kafir dan halal darahnya. Kemudian Khawarij ini terpecah menjadi beberapa aliran, yang paling besar adalah Al-Azariqah, An-Najdah, Al-Ajaridah, Ash-Shufriyyah, dan Al-Ibadiyah.
Pendapat-pendapat kaum Khawarij antara lain adalah sebagai berikut:
a.       Pelaku dosa besar adalah kafir.
b.      Imam boleh dipilih dari suku apa saja asal ia sanggup menjalankannya.
c.       Keluar dari Imam adalah wajib apabila Imam tidak sesuai dengan ajaran-ajaran Islam.
d.      Orang yang tidak sepaham dengan mereka bahkan anak istrinya boleh ditawan, dijadikan budak atau dibunuh (Al-Azariqah), sedang menurut Al-Ibadiyah mereka bukan mukmin dan bukan kafir, karena itu boleh bermuamalat dengan mereka dan membunuh mereka adalah haram.
e.       Anak-anak orang kafir berada di neraka (Al-Azariqah).
f.       Membatalkan hukum rajam karena tidak ada dalam Al-Qur’an (Al-Azariqah)
g.      Surat Yusuf bukan termasuk Al-Qur’an karena mengandung cerita cinta (Al-Ajaridah)
2.    Syi’ah
Syi’ah menurut bahasa berarti pengikut dan penolong, dan diucapkan untuk sekelompok mamusia yang bersatu atau berkumpul dalam satu masalah, dan kepada setiap orang yang menolong seseorang dan berhimpun membentuk suatu kelompok  padanya.
Kemudian kata ini dipergunakan untuk kelompok yang menolong dan membantu khalifah Ali dan keluarganya, lalu menjadi nama khusus bagi kelompok ini. Menurut Asy-Syihristaniy, Syi’ah adalah kelompok yang mengikuti khalifah Ali dan menyatakan kepemimpinannya baik secara nash ataupun wasiat yang adakalanya secara jelas ataupun samar, dan mereka berkeyakinan bahwa kepemimpinan (Imanah) tidak keluar dari anak-anaknya, dan jika keluar darinya maka itu terjadi secara zalim atau sebab taqiyah darinya.
Para sejarawan berbeda pendapat akan awal munculnya Syi’ah, diantaranya:
a.       Muncul sejak zaman Nabi Muhammad SAW (pendapat ulama Syi’ah)
b.      Muncul bersamaan setelah wafatnya Rasulullah (Ahmad Amin)
c.       Muncul pada akhir pemerintahan Utsman bin Affan (Muhammad Abu Zahrah)
d.      Muncul setelah terbunuhnya Utsman pada tahun 36 H (pendapat Orientalis Yulius W)
e.       Muncul setelah terbunuhnya Al-Husein (Dr. Samiy An-Nasysyar)
f.       Muncul di akhir abad pertama hijriyyah (Dr. Irfan Abdul Humaid)
Menurut sebagian ahli sejarah madzhab ini disebarkan pertama kali oleh Abdullah bin Saba yaitu seorang Yahudi yang pura-pura masuk Islam, dan hampir dibunuh oleh Ali. Dr. Fuad Mohammad Fachruddin membagi syi’ah menjadi empat macam aliran sebagai berikut:
a.       Ekstrimis (Al-Ghulatiyyah)
b.      Isma’iliyah
c.       Zaidiyyah
d.      12 Imam (Itsna ‘Asyariyyah/Imamiyah)
Pendapat-pendapat kaum Syi’ah adalah sebagai berikut:
a.       Mengkafirkan sahabat Nabi yang tidak mendukung Ali (kecuali Syiah Zaidiyah)
b.      Kepemimpinan (Imanah) merupakan satu dari beberapa pokok keimanan.
c.       Wajib adanya Imam yang tersembunyi (Al-Imam Al-Matsur)
d.      Al-Qur’an yang sekarang mengalami perubahan dan pengurangan, sedangkan yang asli berada di tangan Al-Imam Al-Matsur (Syi’ah Imamiyah)
e.       Tidak mengamalkan hadits kecuali dari jalur keluarga Nabi Muhammad (Ahli Bait), (kecuali madzhab Zaidiyah)
f.       Memperbolehkan Taqiyah
g.      Tidak menerima ijma dan qiyas
h.      Wajib sujud di atas tanah atau batu (Syi’ah Imamiyah)
i.        Tiak melakukan shalat jum’at karena Imam yang asli tidak ada (Syi’ah Imamiyah)
3.    Murji’ah
Murji’ah berasal dari kata Irja yang berarti menangguhkan. Kaum Murji’ah yang muncul pada abad 1 H merupakan reaksi akibat adanya pendapat Syi’ah yang mengkafirkan sahabat yang menurut mereka merampas kekhalifahan dari Ali, dan pendapat Khawarij yang mengkafirkan kelompok Ali dan Muawiyyah. Pada saat itulah muncul sekelompok umat Islam yang menjauhkan dari pertikaian, dan tidak mau ikut mengkafirkan atau menghukum salah satu dan menangguhkan persoalannya sampai dihadapan Allah SWT.
Pada asalnya kelompok tersebut tidak membentuk sutu madzhab, dan hanya membenci soal-soal politik, tetapi kemudian terbentuklah suatu madzhab dalam Ushuluddin yang membicarakan  tentang Iman, tauhid dan lain-lain. Pemimpin dari kaum Murji’ah adalah Hasan bin Bilal (152 H)
Kaum Murji’ah dibagi menjadi dua, yaitu:
a.       Golongan moderat yang berpendapat bahwa orang berdosa bukan kafir dan tidak kekal dalam neraka
b.      Golongan ekstrim yang mempunyai beberapa pendapat, yaitu:
1)      Orang Islam yang percaya pada Allah kemudian menyatakan kekufuran secara lisan tidak menjadi kafir karena iman itu letaknya di dalam hati, bahkan meskipun melakukan ritual agama-agama lain.
2)      Yang dimaksu ibadah adalah iman. Sedangkan shalat, puasa, zakat dan haji hanya menggambarkan kepatuha saja
3)      Maksiat atau pekerjaan-pekerjaan jahat tidak merusak iman (Al-Yunusiah)
4)      Menangguhkan hukuman orang yang berdosa di akhirat
4.    Jabariyah
Jabariyah berasal dari kata jabr yang artinya paksaan. Aliran ini ditonjolkan pertama kali oleh Jahm bin Safwan (131 H), sekretaris Harits bin Suraih yang memberontak pada Bani Umayyah di Khurasan. Meskipun demikian sebelumnya sudah ada dalam umat Islam yang membicarakan tentang hal ini seperti surat sahabat Ibnu Abbas dan seorang tabi’in Al-Hasan Al-Bashriy kepada penganut paham ini.
Pendapat-pendapat kaum Jabariyah adalah sebagai berikut:
1)      Manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam menentukan kehendak dan perbuatannya tetapi dipaksa oleh Allah
2)      Iman cukup dalam hati saja walau tidak diikrarkan dengan lisan
5.    Qodariyah
Qadariyah berasal dari kata qadr yang artinya mampu atau berkuasa. Pemimpin aliran ini yang pertama adalah Ma’bad Al-Juhani dan Ghailan Ad-Dimasyqiy. Keduanya dihukum mati oleh penguasa karena dianggap menganut paham yang salah. Pendapat kaum Qadariyah adalah manusia sendirilah yang melakukan perbuatannya sendiri dan Tuhan tidak ada hubungan sama sekali dengan perbuatannya itu.
6.    Mu’tazilah
Mu’tazilah berasal dari kata I’tazala yang berarti menjauhkan diri. Asal mula kata ini adalah suatu saat ketika Al-Hasan Al-Bashriy (110 H) sedang mengajar di masjid Basrah datanglah seorang laki-laki bertanya tentang orang yang berdosa besar. Maka ketika ia sedang berpikir menjawablah salah satu muridnya Wasil bin Atha’ (131 H) menjawab: “ saya berpendapar bahwa ia bukan mukmin dan bukan kafir, tetapi mengambil posisi diantara keduanya”. Kemuadian ia menjauhkan diri dari majlis Al-Hasan dan pergi ketempat lain dan mengulangi pendapatnya. Maka Al-Hasan menyatakan bahwa Washil telah menjauhkan diri dri mereka.
Pendapat-pendapat kaum Mu’tazilah:
a.       Orang Islam yang berdosa besar bukan kafir dan bukan mukmin tetapi berada diantara keduanya (Al-Manzilah bainal manzilatain)
b.      Tuhan bersifat bijaksa dan adil, tidak dapat berbuat jahat dan zalim. Manusia sendirilah yang memiliki kekuatan untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya yang baik dan jahat, iaman dan kufurnya, ta’at dan tidaknya
c.       Meniadakan sifat-sifat Tuhan, artinya sifat Tuhan tidak mempunyai wujud sendiri diluar zat Tuhan
d.      Baik dan buruk dapat ditentukan dengan akal
e.       Al-Qur’an bukan Qadim (kekal) tetapi Hadits (baru/diciptakan)
f.       Tuhan tidak dapat dilihat dengan mata kepala di akhirat nanti
g.      Hanya mengakui Isra Rasulullah ke Baitul Maqdis tetapi tidak mengakui Mi’rajnya ke langit
h.      Tidak mempercayai wujud Arsy dan kursi Allah, malaikat pencatat amal (Kiraman Katibin), Adzab (siksa) kubur
i.        Tidak mempercyai adanya Mizan (timbangan amal), Hisab (perhitungan amal), Shiratul Mustaqim (titian), Haud (kolam Nabi) dan Syafaat Nabi di hari Kiamat
j.        Siksaan di neraka dan kenikmatan di surga tidak kekal.
7.    Ahli Sunnah dan Jama’ah
Kelompok ini disebut Ahlus Sunnah wal Jama’ah karena pendapat mereka berpijak pada pendapat-pendapat para sahabat yang mereka terima dari Rasulullah. Kelompok ini juga disebut kelompok ahli hadits dan ahli fiqh karena merekalah pendukung-pendukung dari aliran ini.
Istilah Ahlus Sunnah wal Jama’ah mulai dikenal pada saat pemerintahan bani Abbasy dimana kelompok Mu’tazilah berkembang pesat, sehingga nama Ahlus Sunnah dirasa harus dipakai untuk siapa yang berpegang pada ilmu kalam (theologische dialektik), logika dan rasio. Ibnu Hajar Al-Haitamiy menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah orang-orang yang mengikuti rumusan yang digagas oleh Imam Asy’Ariy dan Imam Maturidi.
Diantara pendapat-pendapat golongan ini adalah:
a.       Hukum Islam didasarkan pada Al-Qur’an dan Al-Hadits
b.      Mengakui Ijma’ dan Qiyas sebagai salah satu sumber hukum Islam
c.       Menetapkan adanya sifat-sifat Allah
d.      Al-Qur’an adalah Qadim bukan Hadits
e.       Orang Islam yang berdosa besar bukanlah kafir
 IV.            KESIMPULAN
Dari pembahasan yang telah diuraikan, dapat kita pahami bahwa telah hadir sebagai pelopor lahirnya pemikiran-pemikiran yang hingga sekarang semuanya itu dapat dijumpai hampir diseluruh dunia. Hal ini juga dapat dijadikan alasan bahwa Islam sebagaimana dijumpai dalam sejarah, bukanlah sesempit yang dipahami pada umumnya, karena Islam dengan bersumber pada Al-Qur’an dan As-Sunnah dapat berhubungan dengan pertumbuhan masyarakat luas.
Sekarang, bagaimana kita menanggapi pemikiran-pemikiran tersebut yang kesemuanya memiliki titik pertentangan dan persamaan masing-masing dan tentunya pendapat-pendapat mereka memiliki argumentasi-argumentasi yang bersumber pada Al-Qur’an dan Hadits. Namun pendapat mana diantara pendapat-pendapat tersebut yang paling baik, tidaklah bisa kita nilai sekarang. Karena penilaian sesungguhnya ada pada sisi Allah yang akan diberikan-Nya di akhirat nanti
Penilaian baik tidaknya suatu pendapat dalam pandangan manusia mungkin dilakukan dengan mencoba menghubungkan suatu pendapat tersebut dengan peristiwa-peristiwa yang berkembang dalam sejarah. Di sisi lain, kita juga bisa menilai baik tidaknya suatu pendapat atau paham dengan mengaitkannya pada kenyataan yang berlaku di masyarakat dan dapat bertahan dalam kehidupan manusia, dan juga pendapat tersebut banyak diikuti oleh manusia.
    V.            PENUTUP
Demikian makalah tentang aliran-aliran dalam teologi Islam yang dapat kami susun, sebagai manusia biasa kita menyadari dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan berikutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.






[1]Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1986), hlm. 5
[2] Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan,hlm. 6
[3]Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan,hlm. 6
[4]Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan,hlm. 6-7
[5] Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan,hlm. 7
[6] Ghazali Munir, Ilmu Kalam Aliran-aliran dan Pemikiran Islam, (Semarang, RaSAIL Media Group, 2010), hlm. 4
[7]Ghazali Munir, Ilmu Kalam Aliran-aliran dan Pemikiran Islam, hlm. 4
[8]Ghazali Munir, Ilmu Kalam Aliran-aliran dan Pemikiran Islam, hlm. 4
[9]Ghazali Munir, Ilmu Kalam Aliran-aliran dan Pemikiran Islam, hlm. 18-19
[10]Ghazali Munir, Ilmu Kalam Aliran-aliran dan Pemikiran Islam, hlm. 14-15

Tidak ada komentar:

Posting Komentar