Sabtu, 10 Januari 2015

PENDIDIKAN ANAK

                         I.      PENDAHULUAN
Menurut Ahmad D. Marimba, pendidikan adalah usaha bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya kepribadian utama. Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan disemua lingkungan, keluarga, masyarakat, sekolah dan pemerintah. Menurut M. Naquib al-Attas dinyatakan bahwa pendidikan menurut Islam sebagai pengenalan dan pengetahuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan kedalam manusia, tentang tempat-tempat yang tepat bagi segala sesuatu di dalam tatanan wujud sehingga hal ini membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan kedudukan Tuhan yang tepat dalam tatanan wujud tersebut.[1]
Pendidikan merupakan proses pendewasaan dari manusia. Penddikan dapat mengubah manusia dari tidak tahu menjadi tahu dan dari tidak baik menjadi baik. Pendidikan mengubah semuanya. Begitu pentingnya pendidikan dalam Islam, sehingga merupakan suatu kewajiban perorangan. Sebagaimana sabda Rasulullah “Menuntut ilmu itu diwajibkan atas tiap orang Islam” (HR. Ibnu Barri).
Pendidikan jangan hanya dipandang sebagai suatu kewajiban, tapi kita juga harus pandai merencanakan, mengorganisir, mengemas, melaksanakan, mengevaluasi, serta menindaklanjutinya secara bersinergi dan berkesinambungan. Pendidikan pada hakikatnya merupakan kasih sayang Allah yang diturunkan kepada segenap makhluk terutama manusia. Dengan kasih sayanglah suatu proses pendidikan dapat berjalan dengan baik. Dengan kasih sayanglah orangtua mendidik anak-anaknya, dengan kasih sayanglah guru  mendidik murid-muridnya, dengan kasih sayanglah pula ulama dan pemimpin mendidik bangsa serta negaranya.[2]

                      II.      RUMUSAN MASALAH
A.    Apa pengertian pendidikan anak?
B.     Bagaimana penjelasan hadits tentang anak lahir atas dasar fitrah?
C.     Bagaimana penjelasan hadits tentang aqiqah, memberi nama dan mencukur rambut?
D.    Bagaimana penjelasan hadits tentang 4 aspek pendidikan?
E.     Bagaimana penjelasan hadits tentang shalat terhadap anak usia tujuh tahun?

                   III.      PEMBAHASAN
A.    Pengertian pendidikan anak
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan adalah segala usaha yang dilakukan untuk mendidik manusia sehingga dapat tumbuh berkembang serta memiliki potensi atau kemampuan sebagai mana mestinya.[3]
Menurut UU No. 20 Tahun 2003, tentang sistem pendidikan nasional,  pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana  belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif  mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual  keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta  ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Sedangkan anak menurut UU RI No. 4 tahun 1979 adalah seseorang yang belum mencapai usia 21 tahun dan belum pernah menikah. Batas 21 tahun ditentukan karena berdasarkan pertimbangan usaha kesejahteraan sosial, kematangan pribadi, dan kematangan mental seorang anak dicapai pada usia tersebut. Dra. Suryana berpendapat bahwa anak adalah rahmat Allah, amanat Allah, penguji iman, media beramal, bekal di akhirat, unsur kebahagiaan, tempat bergantung di hari tua, penyambung cita-cita, dan sebagai makhluk yang harus dididik.[4]
Penulis dapat menarik kesimpulan bahwa pendidikan anak adalah usaha sadar dan terencana yang dilakukan orangtua terhadap anaknya sehingga anak dapat  mengembangkan potensi dalam ddirinya untuk memiliki kekuatan spiritual  keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta  ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara sesuai dengan Al-quran dan hadits.

B.     Penjelasan hadits tentang anak lahir atas dasar fitrah
عَنْ هُرَيْرَةَ رَضِي اللَّه عَنْه قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلا يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ كَمَا تُنْتَجُ الْبَهِيمَةُ بَهِيمَةً جَمْعَاءَ هَلْ تُحِسُّونَ فِيهَا مِنْ جَدْعَاءَ ثُمَّ يَقُولُ أَبُو هُرَيْرَةَ رَضِي اللَّه عَنْه (فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ (أخرجه البخاري في كتاب الجنائز) 
Dari Abu Hurairah RA beliau berkata, Rasulullah SAW bersabda: Tidak ada seorang anakpun yang lahir kecuali dilahirkan atas fitrah, hanya kedua oragtuanyalah yang menjadikannya orang Yahudi, Nasrani, atau orang Majusi, sebagaimana dilahirkan seekor binatang yang sempurna dari induknya. Apakah kalian merasa bahwa binatang itu cacat? Kemudian Abu Hurairah berkata: (tetaplah atas)  fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada firman Allah itulah agama yang lurus. (HR. Bukhari)
Setiap anak pada dasarnya dilahirkan dalam keadaan suci (fitrah). Kata fitrah berasal dari bahasa Arab Fathara yang berarti menciptakan. Kata ini sepadan dengan kata Khalaqa. Jadi fitrah berarti ciptaan atau sifat dasar yang telah ada pada saat diciptakannya atau asal kejadian. Fitrah pada dasarnya baik dan sempurna, fitrah memiliki kemungkinan dan kesediaaan untuk menerima kebaikan dan keburukan. Akan tetapi, ternyata lingkungan sangat berpengaruh penting dalam kehidupan manusia itu sendiri. Lingkungan yang dimaksud disini adalah keluarga. Pada dasarnya keluarga adalah guru utama bagi pendidikan anak. Melalui keluarganyalah anak belajar banyak hal. Itulah mengapa dalam hadits diatas disebutkan “ Kedua orangtuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Majusi, dan Nasrani”.
Menurut pendapat sebagian Ulama’, fitrah diartikan dengan khilqah islamiyah yaitu situasi islami, atau benih kesediaan menerima kebenaran islam yang dibawa oleh anak manusia sejak lahir. Khilqah islamiyah ini diciptakan oleh Allah SWT khusus untuk manusia yang mencakup persiapan-persiapan untuk menerima hal yang hak dan menolak hal yang bathil serta untuk membedakan sesuatu yang benar dan sesuatu yang salah.
Jadi manakala anak dibiarkan pada keadaan dan tabiatnya tidak terpengaruh pada  lingkungan luar yang mempengaruhi pendidikannya yang nantinya merusak atau taqlid pada kedua orantuanya dan selain itu, niscaya anak kelak akan melihat petunjuk ke arah tauhid dan kebenaran Rasulullah SAW. Hal ini merupakan gambaran nalar yang baik yang akan menyampaikan ke arah petunjuk dan kebenaran sesuai dengan fitrahnya yang asli dan kelak dia tidak akan memilih kecuali agama Islam.[5]

C.    Penjelasan hadits tentang aqiqah, memberi nama dan mencukur rambut anak
وَعَنْ سُمَرَةَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: "كُلُّ غُلاَمٍ مُرْتَهَنٌ بِعَقِيْقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ وَيَحْلُقُ وَيُسَمَّى  "رَوَاهُ الْخَمْسَةُ وَصَحَّحَهُ الَتِّرْمِذِيُّ.   
Dari Samrah r.a., bahwa Nabi Saw. Bersabda, “setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya yang disembelih atas namanya pada hari ketujuh kelahirannya, lalu dia dicukur dan diberi nama.” (HR Al-Khamsah, dan Tirmidzi menilai hadits ini shahih).[6]
1.      Pengertian aqiqah
Dalam hadits di atas menganjurkan kepada kita untuk melaksanakan aqiqah dengan menyembelih kambing pada hari ketujuh kelahiran anak setelah itu dicukur dan diberi nama. Aqiqah adalah sembelihan yang disembelih untuk anak yang baru lahir. Pengarang kitab Mukhtar Ash Shihhah mengatakan: AlAqiqah atau AlIqqah adalah rambut makhluk yang baru dilahirkan dari perut ibunya. Dinamai pula daripadanya binatang yang disembelih untuk anak yang baru lahir pada hari keseminggunya.


2.      Hukum aqiqah
Aqiqah adalah sunnah muakkad, sekalipun orang tua dalam keadaan sulit. Aqiqah dilakukan oleh Rasulullah SAW., dan oleh para sahabat. Ashhabus Sunnan meriwayatkan, bahwa Nabi SAW., mengaqiqahkan Hasan dan Husein masing-masing seekor kambing qibasyi. Allaitsi berpendapat wajib, demikian pula Daud Az Zahiri. Hukum-hukum aqiqah adalah hukum yang berlaku untuk qurban, hanya untuk aqiqah tidak diperbolehkan bergabung (musyarakah).[7]
3.      Aqiqah untuk anak laki-laki dan perempuan
Aqiqah dilakukan oleh Rasulullah SAW dan oleh para sahabat. Untuk anak laki-laki disembelihkan dua ekor kambing sebagai aqiqahnya dan untuk anak perempuan satu ekor saja. Hadits-hadits yang menjelaskan bahwa anak laki-laki diaqiqahkan dengan dua ekor kambing adalah hadits-hadits yang memiliki kelebihan (jika dibandingkan dengan hadits-hadits yang menjelaskan bahwa anak laki-laki diaqiqahkan dengan satu kambing). Oleh karena itu, hadits-hadits yang menjelaskan bahwa anak laki-laki yang diaqiqahkan dengan dua ekor kambing lebih layak diterima. Hal ini diperkuat lagi oleh perkataan Ibnu Abbas ra. Bahwa Rasulullah SAW mengaqiqahkan (Hasan dan Husein) masing-masing dua ekor domba.[8]
4.      Memberi nama dan mencukur rambut anak
Meskipun ada yang mengatakan apalah arti sebuah nama, namun dalam islam nama mempunyai arti yang sangat penting. Nama ternyata sangat penting dan mempunyai psikologis bagi yang memilikinya. Oleh karena itu dalam islam tidak boleh memberi nama secara asal-asalan.
Selain mempunyai efek psikologis, nama juga sebenarnya harus mengandung makna yang baik, oleh karena itu dalam memberi nama hendaknya mengandung:
a.       Mengandung makna pujian
b.      Mengandung do’a dan harapan
c.       Mengandung makna semangat
Rasulullah SAW menganjurkan umatnya agar memberi nama anaknya dengan nama para Nabi, diperbolehkan juga menggunakan nama-nama sifat Allah yang Mulia (asmaul husna) namun dengan menambahkan Abdul didepannya, misalnya Abdul Aziz, Abdul Rahim dan sebagainya. Bagi anak perempuan tinggal menambahkan kata Siti didepannya dan menambahkan sedikit pada bagian akhirnya, misalnya Siti Rahimah, Siti Azizah dan sebagainya.
Diperbolehkan juga memberi nama bagi anak perempuan dengan nama-nama perempuan yang sholih terdahulu (seperti dikisahkan dalam Al-Qur’an atau dalam sejarah para Nabi dan Rasul) misalnya, Siti Aminah, Siti Fatimah, dan sebagainya. Nama tidak hanya terpakai semasa hidup di dunia, tetapi sampai di akhirat kelak. Di alam hisab kita akan dipanggil dengan nama kita sewaktu di dunia, begitu juga di alam-alam berikutnya akhirat. Oleh karena itu hendaknya para orangtua memberi nama yang baik dan indah kepada anak-anaknya, yaitu nama yang mengandung pujian, doa, harapan dan semangat.[9]
Islam mensyariatkan untuk mencukur rambut bayi pada hari ke-7 sesudah kelahirannya untuk menunjukkan perhatian islam kepada bayi dan melenyapkan kotoran yang mengganggunya. Bahkan islam menganjurkan agar dikeluarkan shodaqah seekor kambing darinya sesuai dengan berat timbangan rambutnya, baik berupa emas maupun perak.
Seperti diriwayatkan dari Ali yang telah mengatakan bahwa Rasulullah mengaqiqahi Hasan dengan seekor kambing lalu beliau bersabda : “Wahai Fatimah, cukurlah rambutnya dan bersodaqohlah dengan perak seberat rambutnya.[10]
Mencukur rambut bayi hendaknya dilakukan pada semua rambut kepala secara keseluruhan, karena mencukur sebagian dan membiarkan sebagian lain bertentangan dengan kepribadian seorang muslim yang seharusnya berbeda dengan kepribadian dan kaidah pemeluk agama lainnya, dan harus berbeda pula dengan kebiasaan yang dilakukan oleh orang-orang yang fasiq dan orang-orang yang tidak mengindahkan norma-norma akhlaq yang baik.[11]

D.    Penjelasan hadits tentang 4 aspek pendidikan
عن أبي رافع قال قلت يا رسول الله أللولد علينا حق كحقنا عليهم قال نعم حق الولد على الوالد أن يعلمه الكتابة والسباحة والرمي(الرماية) وأن يورثه(وأن لا يرزقه إلا) طيبا (هذا حديث ضعيف،من شيوخ بقية منكر الحديث ضعفه يحيى بن معين والبخاري وغيرهما باب ارتباط الخيل عدة في سبيل الله عز وجل)[12]
Dari Abi Rafi’ dia berkata: aku berkata: wahai RasulAllah apakah ada kewajiban kita terhadap anak, seperti kewajiban mereka terhadap kita?, beliau menjawab: ya, kewajiban orang tua terhadap anak yaitu mengajarkan menulis, berenang, memanah, mewariskan dan tidak memberikan rizki kecuali yang baik”. (hadits ini dhoif, dari beberapa syeikh yang diingkari haditsnya. Di dhoifkan oleh Yahya bin Mu’in, al-Bukhari dan lainya. Bab mengikat kuda untuk berperang dijalan Allah azza wajalla).
Dari hadits di atas setiap anak mempunyai beberapa hak dari orangtuanya, diantaranya yaitu:
1.      Pendidikan menulis
Dalam pendidikan menulis, anak bisa menggunakan tangannya untuk berekspresi dan mengenal huruf-huruf bacaan sehingga dapat mengembangkan wawasan anak.[13]
2.      Pendidikan berenang
Mendidik anak berenang adalah menyiapkannya untuk bisa menjadi pribadi yang tangguh dalam mengarungi samudra kehidupan ini agar senantiasa bergerak menuju tepian. Jika berhenti saja sejenak, maka ia akan tenggelam dan takkan menjadi apa-apa.  Berenang adalah simbol dari kekuatan dan ketahanan fisik yang prima yang harus dimiliki oleh seorang muslim.[14]
3.      Pendidikan memanah
Mengajarkan memanah, sesungguhnya bermaksud untuk memberi kesadaran kepada anak, bahwa dia mesti tahu dan sadar akan tujuan hidupnya. Agar bisa meraih apa yang dicita-citakannya tersebut, ia harus fokus. Dan supaya bisa fokus, syaratnya ia hendaklah memiliki kekuatan dasar yang akan menopangnya dalam melesatkan anak panah cita-citanya tersebut.
Kekuatan dasar itu bisa berupa ilmu pengetahuan dan kepribadian yang kokoh. Dengan kedua hal tersebut, ia tak akan mudah tergoda untuk mencoba hal lain, di luar yang ia tujukan. Sehingga, perhatiannya hanya akan terpusat pada apa yang dia tuju dan menyadari betul bagaimana cara meraihnya.
Keterampilan memanah merupakan analogi untuk kemampuan memusatkan perhatian pada cita-cita dengan topangan ilmu pengetahuan dan kepribadian. Menjadi tugas orangtua untuk membantu anak menentukan fokus apa yang diinginkannya, bukan menentukan kemana arah si anak menembakkan anak panahnya.[15]
4.      Pendidikan ekonomi
Pendidikan dimana orangtua dianjurkan dapat memberikan rizki yang halal, karena rizki yang didapat dan dinikmati oleh anak akan mempengaruhi terhadap keadaan serta karakter dimasa depannya atau masa yang akan datang. [16]

E.     Penjelasan hadits tentang shalat terhadap anak usia tujuh tahun
عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُرُوا أَوْلادَكُمْ بِالصَّلاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ (أخرجه ابوداود في كتاب الصلاة)
Dari Amr bin Syuaib dari ayahnya dari kakeknya r.a. berkata, Rasulullah SAW bersabda: Suruhlah Sholat anak-anakmu yang telah berumur tujuh tahun dan pukullah mereka karena meninggalkan sholat bila berumur 10 tahun. Dan pisah-pisahkanlah mereka dalam tempat tidur. (HR. Abu Daud).[17]

Nilai pendidikan yang terdapat dalam sholat umur tujuh tahun diantaranya yaitu:
1.      Dianjurkan anak mengerjakan sholat mulai umur tujuh tahun, karena pada masa ini anak sudah bisa mempelajari ilmu pengetahuan tentang sholat khususnya dan ajaran agama pada umumnya.
2.      Perintah mengerjakan sholat sebenarnya merupakan simbol mengamalkan ajaran agama lainnya, karena sholat ini merupakan tiang agama Islam.
3.      Dimulainya perintah mengerjakan sholat umur tujuh tahun bertujuan untuk membiasakan diri, sehingga kalau dia sudah baligh, berakal maka ia dengan mudah mengerjakan perintah agama.
4.      Sholat yang dikerjakan dengan benar dan karena Allah dapat mencegah perbuatan keji dan munkar dengan menyuruh sholat secara tidak langsung orangtua sudah menyuruh anaknya supaya meninggalkan perbuatan keji dan munkar.[18]

Teknis mengerjakan sholat pada anak bisa dilakukan dengan cara:
a.       Mengajak anak sholat bersama-sama ketika mereka masih kecil (sekitar umur 2-4 tahun).
b.      Mengajarkan bacaan dan tata sholat yang benar, ketika mereka berumur sekitar 5-7 tahun.
c.       Mengecek dan memantau bacaan serta tata cara sholat yang dilakukan oleh anak, misalnya ketika mereka sholat sendiri ataupun sholat berjamaah.
d.      Mengingatkan anak untuk senantiasa mendirikan sholat kapanpun, dimanapun dan bagaimanapun keadaannya.
e.       Membiasakan mereka untuk melaksanakan sholat berjamaah baik di rumah maupun di masjid, karena sholat berjamaah memiliki banyak berkah dan keutamaan, diantaranya menambah silaturrahmi dan berpahala 27 kali lipat.
f.       Selain sholat anak juga harus diajarkan, dilatih, dan dibiasakan melaksanakan ibadah-ibadah lain dalam Islam. Misalnya puasa, zakat, dzikir, do’a, tata cara ibadah haji dan sebagainya.[19]

                   IV.      KESIMPULAN
Pendidikan anak menurut kajian ilmu jiwa perkembangan Islam dapat dimulai sejak dalam kandungan. Dengan alasan mendasar karena hakikatnya pembentukan manusia itu dimulai sejak dari janin dan ditiupkan padanya ruh atau nyawa. Fitrah Allah maksudnya ciptaan Allah. Manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid. Kalau ada manusia tidak beragama tauhid, maka hal itu tidaklah wajar. Mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantaran pengaruh lingkungan.
Aqiqah adalah kambing yang disembelih untuk bayi yang baru lahir yaitu pada hari ketujuh. Hukum aqiqah adalah sunnah muakkad. Aqiqah untuk anak laki-laki disembelihkan dua ekor kambing, dan untuk anak perempuan disembelihkan satu ekor kambing. Disunnahkan memberi nama yang baik untuk anak yang baru lahir pada hari ketujuh dan dianjurkan pula untuk mencukur rambutnya. Pendidikan yang berhak diberikan kepada anak yaitu pendidikan menulis, berenang, memanah dan ekonomi. Setiap orangtua memerintahkan anak-anaknya untuk shalat sejak berumur tujuh tahun, mengenalkan masjid dan mengawasi mereka agar tidak melakukan tindakan yang mengganggu shalat.

                      V.      PENUTUP
Demikianlah makalah ini kami susun, kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan guna perbaikan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amiin.
DAFTAR PUSTAKA

Ad-Dib, Ahmad ibn Mahmud. 2008. Aqiqah Risalah Lengkap Berdasarkan Sunnah Nabi.  Jakarta: Qisthi Press.
Ahmad bin al-Husain bin ‘Ali bin Musa Abu Bakar al-Baihaqy. 1994.  Sunan al-Baihaqy al-Kubra. Makkah al-Mukarramah: Maktabahdar al-Baz, Juz 10,1414.
Hamzah, Ibnu. 2008.  Asbabul Wurud. Jakarta:Kalam Mulia.
Hamid, Muhammad Muhyiddin Abd . 1992.  Sunnan Abu Dawud. Semarang: CV. Asy-Syifa.
Mardani. 2012. Hadis Ahkam. Jakarta: Rajawali Pers.
Masruroh, Ninik. 2011. Perempuan Karier & Pendidikan Anak. Semarang: RaSAIL Media Group.
Muchtar, Heri Jauhari. 2005. Fikih Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Rahman, Jamaal Abdur. 2005. Tahapan Mendidik Anak Tahapan Rasulullah. Bandung: Irsyad Baitussalam.
Ramayulis dkk. 2001. Pendidikan Islam dalam Rumah Tangga. Jakarta: Kalam Mulia.
Sabiq, Sayyid.1998. Fikih Sunnah 13. Bandung: Al-Ma’arif.
Shobir, Muslih.1998. Terjemah Riyadhus Solikhin. Semarang: CV. Toha Putera.



[1]Ninik Masruroh, Perempuan Karier & Pendidikan Anak, Semarang: RaSAIL Media Group, 2011, hal. V-VII.
[2] Heri Jauhari Muchtar,  Fikih Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2005), hlm. 3.
[3] Heri Jauhari Muchtar, fikih Pendidikan, hlm. 14.
[5] Ibnu Hamzah, Asbabul Wurud, (Jakarta:Kalam Mulia, 2008), hlm. 110.
[6] Mardani, Hadis Ahkam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hlm. 331.
[7] Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 13, (Bandung: Al-Ma’arif, 1998), hlm. 151.
[8] Ahmad ibn Mahmud ad-Dib, Aqiqah Risalah Lengkap Berdasarkan Sunnah Nabi, (Jakarta: Qisthi Press, 2008), hlm. 56.
[9] Heri Jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan, hlm. 78-79.
[10] Jamaal Abdur rahman, Tahapan Mendidik Anak Tahapan Rasulullah, (Bandung: Irsyad Baitussalam, 2005), hlm . 66-67.
[11] Jamaal Abdur Rahman, Tahapan Mendidik Anak Tahapan Rasulullah, hlm . 69.
[12] Ahmad bin al-Husain bin ‘Ali bin Musa Abu Bakar al-Baihaqy, Sunan al-Baihaqy al-Kubra, (Makkah al-Mukarramah: Maktabahdar al-Baz, Juz 10,1414,1994), hlm. 15.
[13] Muhammad Muhyiddin Abd Hamid, Sunnan Abu Dawud, (Semarang: CV. Asy-Syifa,1992), hlm. 326.
[16] Muhammad Muhyiddin Abd Hamid, Sunnan Abu Dawud, hlm. 326.
[17] Muslih Shobir, Terjemah Riyadhus Solikhin, (Semarang: CV. Toha Putera,1998), hlm. 278.
[18] Ramayulis dkk, Pendidikan Islam dalam Rumah Tangga, (Jakarta: Kalam Mulia, 2001), hlm. 127-128.
[19] Heri Jauhari Muchtar,  Fikih Pendidikan, hlm. 93.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar