I.
PENDAHULUAN
Menurut
Ahmad D. Marimba, pendidikan adalah usaha bimbingan atau pimpinan secara sadar
oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju
terbentuknya kepribadian utama. Pendidikan berlangsung seumur hidup dan
dilaksanakan disemua lingkungan, keluarga, masyarakat, sekolah dan pemerintah.
Menurut M. Naquib al-Attas dinyatakan bahwa pendidikan menurut Islam sebagai
pengenalan dan pengetahuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan kedalam
manusia, tentang tempat-tempat yang tepat bagi segala sesuatu di dalam tatanan
wujud sehingga hal ini membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan kedudukan
Tuhan yang tepat dalam tatanan wujud tersebut.[1]
Pendidikan
merupakan proses pendewasaan dari manusia. Penddikan dapat mengubah manusia
dari tidak tahu menjadi tahu dan dari tidak baik menjadi baik. Pendidikan
mengubah semuanya. Begitu pentingnya pendidikan dalam Islam, sehingga merupakan
suatu kewajiban perorangan. Sebagaimana sabda Rasulullah “Menuntut ilmu itu diwajibkan atas tiap orang Islam” (HR. Ibnu Barri).
Pendidikan
jangan hanya dipandang sebagai suatu kewajiban, tapi kita juga harus pandai
merencanakan, mengorganisir, mengemas, melaksanakan, mengevaluasi, serta
menindaklanjutinya secara bersinergi dan berkesinambungan. Pendidikan pada
hakikatnya merupakan kasih sayang Allah yang diturunkan kepada segenap makhluk
terutama manusia. Dengan kasih sayanglah suatu proses pendidikan dapat berjalan
dengan baik. Dengan kasih sayanglah orangtua mendidik anak-anaknya, dengan
kasih sayanglah guru mendidik
murid-muridnya, dengan kasih sayanglah pula ulama dan pemimpin mendidik bangsa
serta negaranya.[2]
II.
RUMUSAN MASALAH
A.
Apa
pengertian pendidikan anak?
B.
Bagaimana
penjelasan hadits tentang anak lahir atas dasar fitrah?
C.
Bagaimana
penjelasan hadits tentang aqiqah, memberi nama dan mencukur rambut?
D.
Bagaimana
penjelasan hadits tentang 4 aspek pendidikan?
E.
Bagaimana
penjelasan hadits tentang shalat terhadap anak usia tujuh tahun?
III.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian pendidikan anak
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata
laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui
upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan
adalah segala usaha yang dilakukan untuk mendidik manusia sehingga dapat tumbuh
berkembang serta memiliki potensi atau kemampuan sebagai mana mestinya.[3]
Menurut
UU No. 20 Tahun 2003, tentang sistem pendidikan nasional, pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Sedangkan
anak menurut UU RI No. 4
tahun 1979 adalah seseorang yang
belum mencapai usia 21 tahun dan belum pernah menikah. Batas 21 tahun ditentukan karena berdasarkan
pertimbangan usaha kesejahteraan sosial, kematangan pribadi, dan kematangan
mental seorang anak dicapai pada usia tersebut. Dra. Suryana berpendapat bahwa anak adalah rahmat
Allah, amanat Allah, penguji iman, media beramal, bekal di akhirat, unsur
kebahagiaan, tempat bergantung di hari tua, penyambung cita-cita, dan sebagai
makhluk yang harus dididik.[4]
Penulis
dapat menarik kesimpulan bahwa pendidikan anak adalah usaha sadar dan terencana
yang dilakukan orangtua terhadap anaknya sehingga anak dapat mengembangkan potensi dalam ddirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan Negara sesuai dengan Al-quran dan hadits.
B.
Penjelasan hadits tentang anak lahir atas dasar fitrah
عَنْ
هُرَيْرَةَ رَضِي اللَّه عَنْه قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلا يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ
يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ كَمَا تُنْتَجُ الْبَهِيمَةُ
بَهِيمَةً جَمْعَاءَ هَلْ تُحِسُّونَ فِيهَا مِنْ جَدْعَاءَ ثُمَّ يَقُولُ أَبُو
هُرَيْرَةَ رَضِي اللَّه عَنْه (فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ
عَلَيْهَا لا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ (أخرجه
البخاري في كتاب الجنائز)
Dari
Abu Hurairah RA beliau berkata, Rasulullah SAW bersabda: Tidak ada seorang
anakpun yang lahir kecuali dilahirkan atas fitrah, hanya kedua oragtuanyalah
yang menjadikannya orang Yahudi, Nasrani, atau orang Majusi, sebagaimana
dilahirkan seekor binatang yang sempurna dari induknya. Apakah kalian merasa
bahwa binatang itu cacat? Kemudian Abu Hurairah berkata: (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia
menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada firman Allah itulah agama yang
lurus. (HR. Bukhari)
Setiap
anak pada dasarnya dilahirkan dalam keadaan suci (fitrah). Kata fitrah berasal
dari bahasa Arab Fathara yang berarti menciptakan. Kata ini sepadan
dengan kata Khalaqa. Jadi fitrah berarti ciptaan atau sifat dasar yang
telah ada pada saat diciptakannya atau asal kejadian. Fitrah pada dasarnya baik
dan sempurna, fitrah memiliki kemungkinan dan kesediaaan untuk menerima
kebaikan dan keburukan. Akan tetapi, ternyata lingkungan sangat berpengaruh
penting dalam kehidupan manusia itu sendiri. Lingkungan yang dimaksud disini
adalah keluarga. Pada dasarnya keluarga adalah guru utama bagi pendidikan anak.
Melalui keluarganyalah anak belajar banyak hal. Itulah mengapa dalam hadits
diatas disebutkan “ Kedua orangtuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Majusi,
dan Nasrani”.
Menurut
pendapat sebagian Ulama’, fitrah diartikan dengan khilqah islamiyah yaitu
situasi islami, atau benih kesediaan menerima kebenaran islam yang dibawa oleh
anak manusia sejak lahir. Khilqah islamiyah ini diciptakan oleh
Allah SWT khusus untuk manusia yang mencakup persiapan-persiapan untuk menerima
hal yang hak dan menolak hal yang bathil serta untuk membedakan sesuatu yang
benar dan sesuatu yang salah.
Jadi
manakala anak dibiarkan pada keadaan dan tabiatnya tidak terpengaruh pada lingkungan luar yang mempengaruhi
pendidikannya yang nantinya merusak atau taqlid pada kedua orantuanya dan
selain itu, niscaya anak kelak akan melihat petunjuk ke arah tauhid dan
kebenaran Rasulullah SAW. Hal ini merupakan gambaran nalar yang baik yang akan
menyampaikan ke arah petunjuk dan kebenaran sesuai dengan fitrahnya yang asli
dan kelak dia tidak akan memilih kecuali agama Islam.[5]
C.
Penjelasan hadits tentang aqiqah, memberi nama dan mencukur rambut
anak
وَعَنْ
سُمَرَةَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: "كُلُّ
غُلاَمٍ مُرْتَهَنٌ بِعَقِيْقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ وَيَحْلُقُ
وَيُسَمَّى "رَوَاهُ الْخَمْسَةُ
وَصَحَّحَهُ الَتِّرْمِذِيُّ.
Dari
Samrah r.a., bahwa Nabi Saw. Bersabda, “setiap anak tergadaikan dengan
aqiqahnya yang disembelih atas namanya pada hari ketujuh kelahirannya, lalu dia
dicukur dan diberi nama.” (HR Al-Khamsah, dan Tirmidzi menilai hadits ini
shahih).[6]
1.
Pengertian
aqiqah
Dalam
hadits di atas menganjurkan kepada kita untuk melaksanakan aqiqah dengan
menyembelih kambing pada hari ketujuh kelahiran anak setelah itu dicukur dan
diberi nama. Aqiqah adalah sembelihan yang disembelih untuk anak yang baru
lahir. Pengarang kitab Mukhtar Ash Shihhah mengatakan: Al
‘Aqiqah atau Al ‘Iqqah adalah rambut makhluk yang baru
dilahirkan dari perut ibunya. Dinamai pula daripadanya binatang yang disembelih
untuk anak yang baru lahir pada hari keseminggunya.
2.
Hukum
aqiqah
Aqiqah
adalah sunnah muakkad, sekalipun orang tua dalam keadaan sulit.
Aqiqah dilakukan oleh Rasulullah SAW., dan oleh para sahabat. Ashhabus Sunnan
meriwayatkan, bahwa Nabi SAW., mengaqiqahkan Hasan dan Husein masing-masing
seekor kambing qibasyi. Allaitsi berpendapat wajib, demikian pula Daud
Az Zahiri. Hukum-hukum aqiqah adalah hukum yang berlaku untuk qurban, hanya
untuk aqiqah tidak diperbolehkan bergabung (musyarakah).[7]
3.
Aqiqah
untuk anak laki-laki dan perempuan
Aqiqah
dilakukan oleh Rasulullah SAW dan oleh para sahabat. Untuk anak laki-laki
disembelihkan dua ekor kambing sebagai aqiqahnya dan untuk anak perempuan satu
ekor saja. Hadits-hadits yang menjelaskan bahwa anak laki-laki diaqiqahkan
dengan dua ekor kambing adalah hadits-hadits yang memiliki kelebihan (jika
dibandingkan dengan hadits-hadits yang menjelaskan bahwa anak laki-laki
diaqiqahkan dengan satu kambing). Oleh karena itu, hadits-hadits yang
menjelaskan bahwa anak laki-laki yang diaqiqahkan dengan dua ekor kambing lebih
layak diterima. Hal ini diperkuat lagi oleh perkataan Ibnu Abbas ra. Bahwa
Rasulullah SAW mengaqiqahkan (Hasan dan Husein) masing-masing dua ekor domba.[8]
4.
Memberi
nama dan mencukur rambut anak
Meskipun
ada yang mengatakan apalah arti sebuah nama, namun dalam islam nama mempunyai
arti yang sangat penting. Nama ternyata sangat penting dan mempunyai psikologis
bagi yang memilikinya. Oleh karena itu dalam islam tidak boleh memberi nama
secara asal-asalan.
Selain
mempunyai efek psikologis, nama juga sebenarnya harus mengandung makna
yang baik, oleh karena itu dalam memberi nama hendaknya mengandung:
a.
Mengandung
makna pujian
b.
Mengandung
do’a dan harapan
c.
Mengandung
makna semangat
Rasulullah
SAW menganjurkan umatnya agar memberi nama anaknya dengan nama para Nabi,
diperbolehkan juga menggunakan nama-nama sifat Allah yang Mulia (asmaul husna)
namun dengan menambahkan Abdul didepannya, misalnya Abdul Aziz, Abdul Rahim dan
sebagainya. Bagi anak perempuan tinggal menambahkan kata Siti didepannya dan
menambahkan sedikit pada bagian akhirnya, misalnya Siti Rahimah, Siti Azizah
dan sebagainya.
Diperbolehkan
juga memberi nama bagi anak perempuan dengan nama-nama perempuan yang sholih
terdahulu (seperti dikisahkan dalam Al-Qur’an atau dalam sejarah para Nabi dan
Rasul) misalnya, Siti Aminah, Siti Fatimah, dan sebagainya. Nama tidak hanya
terpakai semasa hidup di dunia, tetapi sampai di akhirat kelak. Di alam hisab
kita akan dipanggil dengan nama kita sewaktu di dunia, begitu juga di alam-alam
berikutnya akhirat. Oleh karena itu hendaknya para orangtua memberi nama yang
baik dan indah kepada anak-anaknya, yaitu nama yang mengandung pujian, doa,
harapan dan semangat.[9]
Islam
mensyariatkan untuk mencukur rambut bayi pada hari ke-7 sesudah kelahirannya
untuk menunjukkan perhatian islam kepada bayi dan melenyapkan kotoran yang
mengganggunya. Bahkan islam menganjurkan agar dikeluarkan shodaqah seekor
kambing darinya sesuai dengan berat timbangan rambutnya, baik berupa emas
maupun perak.
Seperti
diriwayatkan dari Ali yang telah mengatakan bahwa Rasulullah mengaqiqahi Hasan dengan
seekor kambing lalu beliau bersabda : “Wahai Fatimah, cukurlah rambutnya dan
bersodaqohlah dengan perak seberat rambutnya.”[10]
Mencukur rambut
bayi hendaknya dilakukan pada semua rambut kepala secara keseluruhan, karena
mencukur sebagian dan membiarkan sebagian lain bertentangan dengan kepribadian
seorang muslim yang seharusnya berbeda dengan kepribadian dan kaidah pemeluk
agama lainnya, dan harus berbeda pula dengan kebiasaan yang dilakukan oleh
orang-orang yang fasiq dan orang-orang yang tidak mengindahkan
norma-norma akhlaq yang baik.[11]
D.
Penjelasan hadits tentang 4 aspek pendidikan
عن أبي رافع قال قلت يا رسول الله أللولد علينا حق كحقنا عليهم
قال نعم حق الولد على الوالد أن يعلمه الكتابة والسباحة والرمي(الرماية) وأن
يورثه(وأن لا يرزقه إلا) طيبا (هذا حديث ضعيف،من شيوخ بقية منكر الحديث ضعفه يحيى
بن معين والبخاري وغيرهما باب ارتباط الخيل عدة في سبيل الله عز وجل)[12]
Dari Abi Rafi’ dia berkata: aku berkata: wahai
RasulAllah apakah ada kewajiban kita terhadap anak, seperti kewajiban mereka
terhadap kita?, beliau menjawab: ya, kewajiban orang tua terhadap anak yaitu
mengajarkan menulis, berenang, memanah, mewariskan dan tidak memberikan rizki
kecuali yang baik”. (hadits ini dhoif, dari beberapa syeikh yang diingkari
haditsnya. Di dhoifkan oleh Yahya bin Mu’in, al-Bukhari dan lainya. Bab
mengikat kuda untuk berperang dijalan Allah azza wajalla).
Dari hadits di atas setiap anak mempunyai beberapa hak dari
orangtuanya, diantaranya yaitu:
1. Pendidikan
menulis
Dalam
pendidikan menulis, anak bisa menggunakan tangannya untuk berekspresi dan
mengenal huruf-huruf bacaan sehingga dapat mengembangkan wawasan anak.[13]
2.
Pendidikan berenang
Mendidik anak berenang adalah menyiapkannya untuk bisa
menjadi pribadi yang tangguh dalam mengarungi samudra kehidupan ini agar
senantiasa bergerak menuju tepian. Jika berhenti saja sejenak, maka ia akan
tenggelam dan takkan menjadi apa-apa. Berenang adalah simbol dari kekuatan dan
ketahanan fisik yang prima yang harus dimiliki oleh seorang muslim.[14]
3. Pendidikan
memanah
Mengajarkan
memanah, sesungguhnya bermaksud untuk memberi kesadaran kepada anak, bahwa dia
mesti tahu dan sadar akan tujuan hidupnya. Agar bisa meraih apa yang
dicita-citakannya tersebut, ia harus fokus. Dan supaya bisa fokus, syaratnya ia
hendaklah memiliki kekuatan dasar yang akan menopangnya dalam melesatkan anak
panah cita-citanya tersebut.
Kekuatan
dasar itu bisa berupa ilmu pengetahuan dan kepribadian yang kokoh. Dengan kedua
hal tersebut, ia tak akan mudah tergoda untuk mencoba hal lain, di luar yang ia
tujukan. Sehingga, perhatiannya hanya akan terpusat pada apa yang dia tuju dan
menyadari betul bagaimana cara meraihnya.
Keterampilan
memanah merupakan analogi untuk kemampuan memusatkan perhatian pada
cita-cita dengan topangan ilmu pengetahuan dan kepribadian. Menjadi tugas
orangtua untuk membantu anak menentukan fokus apa yang diinginkannya, bukan
menentukan kemana arah si anak menembakkan anak panahnya.[15]
4.
Pendidikan ekonomi
Pendidikan
dimana orangtua dianjurkan dapat memberikan rizki yang halal, karena rizki yang
didapat dan dinikmati oleh anak akan mempengaruhi terhadap keadaan serta
karakter dimasa depannya atau masa yang akan datang. [16]
E.
Penjelasan hadits tentang shalat terhadap anak usia tujuh tahun
عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ
أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُرُوا أَوْلادَكُمْ بِالصَّلاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ
سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ وَفَرِّقُوا
بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ (أخرجه ابوداود في كتاب الصلاة)
Dari Amr bin
Syuaib dari ayahnya dari kakeknya r.a. berkata, Rasulullah SAW bersabda:
Suruhlah Sholat anak-anakmu yang telah berumur tujuh tahun dan pukullah mereka
karena meninggalkan sholat bila berumur 10 tahun. Dan pisah-pisahkanlah mereka
dalam tempat tidur. (HR. Abu Daud).[17]
Nilai
pendidikan yang terdapat dalam sholat umur tujuh tahun diantaranya yaitu:
1.
Dianjurkan
anak mengerjakan sholat mulai umur tujuh tahun, karena pada masa ini anak sudah
bisa mempelajari ilmu pengetahuan tentang sholat khususnya dan ajaran agama
pada umumnya.
2.
Perintah
mengerjakan sholat sebenarnya merupakan simbol mengamalkan ajaran agama
lainnya, karena sholat ini merupakan tiang agama Islam.
3.
Dimulainya
perintah mengerjakan sholat umur tujuh tahun bertujuan untuk membiasakan diri,
sehingga kalau dia sudah baligh, berakal maka ia dengan mudah mengerjakan
perintah agama.
4.
Sholat
yang dikerjakan dengan benar dan karena Allah dapat mencegah perbuatan keji dan
munkar dengan menyuruh sholat secara tidak langsung orangtua sudah menyuruh
anaknya supaya meninggalkan perbuatan keji dan munkar.[18]
Teknis
mengerjakan sholat pada anak bisa dilakukan dengan cara:
a.
Mengajak
anak sholat bersama-sama ketika mereka masih kecil (sekitar umur 2-4 tahun).
b.
Mengajarkan
bacaan dan tata sholat yang benar, ketika mereka berumur sekitar 5-7 tahun.
c.
Mengecek
dan memantau bacaan serta tata cara sholat yang dilakukan oleh anak, misalnya
ketika mereka sholat sendiri ataupun sholat berjamaah.
d.
Mengingatkan
anak untuk senantiasa mendirikan sholat kapanpun, dimanapun dan bagaimanapun
keadaannya.
e.
Membiasakan
mereka untuk melaksanakan sholat berjamaah baik di rumah maupun di masjid,
karena sholat berjamaah memiliki banyak berkah dan keutamaan, diantaranya
menambah silaturrahmi dan berpahala 27 kali lipat.
f.
Selain
sholat anak juga harus diajarkan, dilatih, dan dibiasakan melaksanakan
ibadah-ibadah lain dalam Islam. Misalnya puasa, zakat, dzikir, do’a, tata cara
ibadah haji dan sebagainya.[19]
IV.
KESIMPULAN
Pendidikan
anak menurut kajian ilmu jiwa perkembangan Islam dapat dimulai sejak dalam
kandungan. Dengan alasan mendasar karena hakikatnya pembentukan manusia itu
dimulai sejak dari janin dan ditiupkan padanya ruh atau nyawa. Fitrah Allah
maksudnya ciptaan Allah. Manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama
yaitu agama tauhid. Kalau ada manusia tidak beragama tauhid, maka hal itu
tidaklah wajar. Mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantaran pengaruh
lingkungan.
Aqiqah
adalah kambing yang disembelih untuk bayi yang baru lahir yaitu pada hari
ketujuh. Hukum aqiqah adalah sunnah muakkad. Aqiqah untuk anak
laki-laki disembelihkan dua ekor kambing, dan untuk anak perempuan
disembelihkan satu ekor kambing. Disunnahkan memberi nama yang baik untuk anak
yang baru lahir pada hari ketujuh dan dianjurkan pula untuk mencukur rambutnya.
Pendidikan yang berhak diberikan kepada anak yaitu pendidikan menulis,
berenang, memanah dan ekonomi. Setiap orangtua memerintahkan anak-anaknya untuk
shalat sejak berumur tujuh tahun, mengenalkan masjid dan mengawasi mereka agar
tidak melakukan tindakan yang mengganggu shalat.
V.
PENUTUP
Demikianlah
makalah ini kami susun, kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih
banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun sangat kami harapkan guna perbaikan makalah selanjutnya. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amiin.
DAFTAR PUSTAKA
Ad-Dib, Ahmad ibn
Mahmud. 2008. Aqiqah Risalah Lengkap Berdasarkan Sunnah Nabi. Jakarta: Qisthi Press.
Ahmad bin al-Husain
bin ‘Ali bin Musa Abu Bakar al-Baihaqy. 1994. Sunan al-Baihaqy al-Kubra. Makkah
al-Mukarramah: Maktabahdar al-Baz, Juz 10,1414.
Hamzah,
Ibnu. 2008. Asbabul Wurud.
Jakarta:Kalam Mulia.
Hamid, Muhammad Muhyiddin Abd . 1992. Sunnan Abu Dawud. Semarang: CV.
Asy-Syifa.
Mardani.
2012. Hadis Ahkam. Jakarta: Rajawali Pers.
Masruroh, Ninik. 2011. Perempuan
Karier & Pendidikan Anak. Semarang: RaSAIL Media Group.
Muchtar,
Heri Jauhari. 2005. Fikih Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Rahman, Jamaal Abdur.
2005. Tahapan Mendidik Anak Tahapan Rasulullah. Bandung: Irsyad Baitussalam.
Ramayulis dkk. 2001. Pendidikan
Islam dalam Rumah Tangga. Jakarta: Kalam Mulia.
Sabiq, Sayyid.1998. Fikih
Sunnah 13. Bandung: Al-Ma’arif.
Shobir, Muslih.1998.
Terjemah Riyadhus Solikhin. Semarang: CV. Toha Putera.
[1]Ninik Masruroh,
Perempuan Karier & Pendidikan Anak, Semarang: RaSAIL Media Group,
2011, hal. V-VII.
[2]
Heri Jauhari
Muchtar, Fikih Pendidikan, (Bandung:
PT Remaja Rosda Karya, 2005), hlm. 3.
[3] Heri Jauhari
Muchtar, fikih Pendidikan, hlm. 14.
[5]
Ibnu Hamzah, Asbabul
Wurud, (Jakarta:Kalam Mulia, 2008), hlm. 110.
[7] Sayyid Sabiq,
Fikih Sunnah 13, (Bandung: Al-Ma’arif, 1998), hlm. 151.
[8] Ahmad ibn
Mahmud ad-Dib, Aqiqah Risalah Lengkap Berdasarkan Sunnah Nabi, (Jakarta:
Qisthi Press, 2008), hlm. 56.
[9] Heri Jauhari
Muchtar, Fikih Pendidikan, hlm. 78-79.
[10]
Jamaal Abdur
rahman, Tahapan Mendidik Anak Tahapan Rasulullah, (Bandung: Irsyad Baitussalam,
2005), hlm . 66-67.
[11]
Jamaal Abdur Rahman,
Tahapan Mendidik Anak Tahapan Rasulullah, hlm . 69.
[12] Ahmad bin al-Husain bin ‘Ali bin Musa Abu Bakar
al-Baihaqy, Sunan al-Baihaqy
al-Kubra, (Makkah al-Mukarramah: Maktabahdar al-Baz, Juz 10,1414,1994), hlm.
15.
[17] Muslih Shobir,
Terjemah Riyadhus Solikhin, (Semarang: CV. Toha Putera,1998), hlm. 278.
[18]
Ramayulis dkk, Pendidikan
Islam dalam Rumah Tangga, (Jakarta: Kalam Mulia, 2001), hlm. 127-128.
[19]
Heri Jauhari
Muchtar, Fikih Pendidikan, hlm.
93.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar