Sabtu, 10 Januari 2015

makalah peran wanita dalam pendidikan islam

BAB I
PENDAHULUAN
A.       Latar Belakang Masalah
Pendidikan islam adalah salah satu sarana untuk mengembangkan seluruh kepribadian manusia yang berlangsung seumur hidup dan pelaksanaannya dimulai sejak anak dilahirkan sampai akhir hayat.
Peran wanita selalu menjadi pembahasan disetiap zaman. Para wanita ini sangat dipengaruhi oleh pandangan masyarakat terhadap perempuan.
Dalam pandangan islam seorang wanita memiliki peran yang sama dengan laki-laki. Akan tetapi dilihat dari sudut penciptaan, kemuliaan, hak mendapatkan balasan atas amal usahanya perempuan memiliki kelebihan dibandingkan dengan kaum laki-laki.
Pendidikan Islam dalam menatap masa depan harus memiliki ciri-ciri kemajuan dan kemoderenan, sehingga dapat mewujudkan generasi muslim yang bersifat ulul absor dan ulul albab.
B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat di rumuskan rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana Pandangan  Islam Terhadap Wanita?
2.      Bagaimana Partisipasi Wanita dalam Pendidikan Islam?
3.      Bagaimana Pandangan Islam dalam Menatap Masa Depan?
4.      Bagaimana Konsepsi Pendidikan Islam Untuk Menatap Masa Depan?







BAB II
PEMBAHASAN
A.         Pandangan Islam Terhadap Wanita
Pada masa kejayaan bangsa Yunani wanita dipandang sebagai benda mati yang dapat di perjualbelikan dipasaran. Sebagian mereka memandangnya sebagai penyebab persengketaan, wanita dipandang sebagai lambang kekejian dari perbuatan syaithan.[1] 
Menjelang islam datang harkat dan martabat wanita masih dianggap rendah, karena Bangsa Arab meyakini bahwa anak perempuan tidak dapat berperang dimedan laga, sehingga apabila mereka mempunyai anak bayi perempuan, maka dikuburnya hidup-hidup. Tetapi dengan datangnya islam didunia ini membawa perubahan baru terhadap status dan peran wanita. Didalam Al-Quran didapati suratun Nisa artinya surat perempuan, surat yang mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan wanita baik yang menyangkut urusan pribadi maupun yang berhubungan dengan rumah tangga, masyarakat, bangsa dan Negara.
Dalam hadist dijelaskan bahwa wanita (ibu) adalah orang yang lebih diutamakan dibanding dengan bapak dan anggota keluarga lainnya. Rasulullah SAW bersabda:
عن ابي هرىرة رضي الله عنه قال جاء رجل الى رسول الله صلى الله علىه وسلم فقال يارسول الله من احق الناس بحسن صحابتى قال امك: قال ثم من؟ قال امك ثم من؟ قال امك قال ثم من؟ قال ابوك (متفق علىه)
Dari Abu Hurairah ra. Telah bersabda bahwa seorang laki-laki telah datang menghadap kepada Rasulullah SAW. Dan berkata: siapakah orang yang berhak untuk dipergauli sebaik-baiknya? Rasulullah SAW. Menjawab: “ibumu”. Orang laki-laki itu bertanya lagi ”kemudian siapa lagi!” Rasulullah SAW. Menjawab:  “ibumu”. Orang laki-laki itu bertanya lagi: “kemudian bertanya lagi: ”kemudian siapa lagi?” Rasulullah menjawab: “kemudian bapakmu” (HR. Bukhari-dan Muslim).
Dari hadist diatas dapat disimpulkan bahwa dalam pergaulan yang harus didahulukan dan diutamakan adalah ibu, dengan demikian menurut pandangan islam wanita mempunyai kedudukan dan martabat yang tinggi dibandingkan dengan laki-laki.
Sayid Amir Ali melukiskan kedudukan wanita dengan sangat tepat sebagai berikut:
Dalam peraturan-peraturan yang diumumkan oleh Rasulullah, Ia dengan keras melarang kebiasaan kawin bersyarat dan meskipun pada mulanya perkawinan sementara diam-diam dibenarkan, pada tahun ketiga Hijriyah itupun dilarang. Dalam sistem agama Rasulullah memberikan kepada kaum wanita hak-hak yang sebelumnya tidak mereka dapatkan. Diberinya mereka kedudukan yang tidak beda sama sekali dengan kaum pria dalam menjalankan segala kekuasaan hukum dan jabatan. [2] Maka sejak itu muncullah tokoh-tokoh penting wanita dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan terutama dibidang pendidikan islam. Tokoh-tokoh wanita tersebut antara lain yaitu:
1.        Aisyah, isteri tecinta dari Nabi Muhammad SAW.
2.        Fathimah, anak puteri Nabi dari istrinya Khadijah.
3.        As-Syifa’, yang terkenal dengan “Ummu Sulaiman”, binti Abdellah bin ‘Abde Syamsin Al-‘Adawiyah al-Qureisyiyah.
4.        Rufaydah, pendiri rumah sakit yang pertama di zaman Nabi.
5.        Khansa’, penyair pejuang wanita yang berhati tabah.
6.        Gazaleh, pahlawan wanita yang gagah berani.
7.        Zubaidah, permaisuri ke V Harunur Rasyid yanng termasyhur.[3]
8.        Aliyah binti Al-Mahdi
9.        Fadhlun
10.    Aisyah binti Ahmad bin Qadim Al-Qurthubiyah
11.    Lubna
12.    Walladah binti Al-Khalifah Al-Mustakfi Billah[4]
B.          Partisipasi Wanita dalam Pendidikan Islam
Sejak beberapa waktu lalu, wanita telah memainkan peran penting dalam pendidikan islam, baik langsung maupun tidak langsung, individu atau kelompok, dimasa Nabi masih hidup maupun masa-masa sesudahnya.
Pandangan ilmu pendidikan dibagi menjadi 3 yaitu:
1.        Pendidikan Informal
Yaitu pendidikan yang dilaksanakan dalam keluarga, Rasulullah SAW. Bersabda: “ setiap anak dilahirkan menurut fitrahnya, maka orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani ataupun Majusi, sebagaimana halnya binatang yang dilahirkan dengan sempurna.” (HR. Bukhari-dan Muslim).
Manusia itu diciptakan dengan diberikan bekal persediaan yang sempurna untuk menerima ajaran agama (islam). Persediaan ini merupakan potensi yang ada pada setiap anak, karena itu adanya didikan dan bimbingan dari orang tua atau orang lain yang mengasuhnya.
Dari kedua orang tua itu ibu mempunyai pengaruh dan kesan lebih mendalam dibandingkan dengan yang lainnya termasuk ayah. Seorang ibu harus tepat mengatur nada dan irama dalam bergaul dan membelai kasih kepada anaknya.
2.        Pendidikan Formal
Yang dimaksud pendidikan formal yaitu pendidikan yang diselenggarakan dilembaga pendidikan formal seperti sekolah, madrasah dan lain-lain. Adapun ciri-ciri pendidikan ini adalah:
a.         Mempunyai progam yang telah direncanakan
b.        Mempunyai kelas-kelas tertentu yang merupakan jenjang-jenjang pendidikan
c.         Diadakan evaluasi hasil belajar siswa
3.        Pendidikan Non Formal
Pendidikan ini dilaksanakan diluar keluarga dan sekolah seperti musholla, masjid, tempat pertemuan, pesantren dan lain-lain. Tingkat kepandaiannyapun bermacam-macam: rendah, menengah atau tinggi. Materi yang diajarkan meliputi akidah, ibadah, akhlak, muamalah dan tarikh Nabi.
Oleh karena itu umumnya tidak diadakan absensi daftar hadir hasil belajar. Motivasi utama dalam pendidikan ini baik pendidikan maupun terdidik yaitu kewajiban mengajar dan belajar serta imbalan pahala bagi mereka yang mau melaksanakannya.

C.         Pandangan Islam dalam Menatap Masa Depan
Islam selalu menuntun kepada pemeluknya untuk mencapai kemajuan. Menurut Drs. Rohadi Abdul Fatah dan Drs. Sudarsono, SH. mengatakan: bahwa  nilai-nilai ajaran islam sangat penting, selalu tepat dan sesuai dengan perkembangan pemikiran manusia dari masa ke masa; pada dasarnya ajaran islam tidak mengalami kemunduran dan degredasi. Islam sebagai agama yang universal dapat ditempatkan dimana saja, mempunyai pola dan nilai-nilai “kebaikan” dan “kebenaran” yang kuat dan tidak boleh diabaikan oleh setiap muslim yang mengetahui akan hak dan kewajibannya.[5]
Selanjutnya Drs. Rohadi Abdul Fatah dan Drs. Sudarsono mengemukakan tentang ciri-ciri islam untuk membawa pemeluknya kepada kemajuan dan kemoderenan. Diantara ciri-ciri tersebut menurut pendapat kedua sarjana itu ialah:
1.      Islam memang sangat mencela manusia yang berfikir sempit dan fanatik buta. Karena hal ini akan mengendurkan dan melemahkan manusia dan menjadikannya terisolir dari dunia kehidupan yang sangat kompleks.
2.      Ciri yang kedua islam memang lebih tegas lagi menekankan kepada pemeluknya untuk mempunyai pikiran yang sangat luas maka jangkauan cakrawala pemikiran dan peninjauan terhadap sejarahnya juga harus matang.
3.      Ciri yang ketiga dari orang modern adalah selalu menghargai waktu dan jika melakukan sesuatu pekerjaan selalu disiplin dan teratur dalam menyusun progam-progamnya. Penyusunan progam yang semakin terarah itu akan menjadikan perbuatan tersebut rapi, hasilnyapun baik.
4.      Ciri yang keempat dari orang modern adalah selalu terlibat dalam suatu aktivitas/ kegiatan yang menuju kepada dinamisasi pola berpikir dan pola kehidupannya dan selalu mengadakan perencanaan yang baik, teratur  dan mengena sehingga tercipta suatu organisasi dan rencana kerja yang mantap.
5.      Ciri kelima dari orang modern ialah percaya pada diri sendiri,  mampu mengatasi persoalan dengan sebaik-baiknya dan mempunyai keyakinan, kepecayaan yang mantap bahwa dirinya mampu menguasai alam lingkungan (masyarakat) demi meningkatkan mutu, tujuan dan sasaran hidupnya.
6.      Ciri yang keenam dari orang modern ialah selalu memperhitungkan dalam kehidupan diri pribadinya maupun kehidupan yang berhubungan dengan alam sekitarnya.
7.      Ciri yang ketujuh dari manusia modern adalah menunjukkan adanya sifat menghargai orang lain (menghargai sesama manusia) dan ia merasa sadar bahwa dirinya itu tidak akan hidup sendirian saja, melainkan harus selalu berhubungan dengan orang lain.
8.      Ciri yang kedelapan dari manusia modern ialah senantiasa meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
9.      Ciri yang kesembilan dari manusia modern adalah selalu berbuat adil dan memeratakan persoalan apapun dihadapan manusia lain.[6]
Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan  bahwa islam memiliki ciri-ciri yang dapat mengantarkan pemeluknya untuk mencapai kemajuan dan kemoderenan.

D.         Konsepsi Pendidikan Islam Menatap Masa Depan
Konsepsi pendidikan islam dalam menatap masa depan perlu diusahakan pendekatan dan langkah sebagai berikut:
1.      Pendidikan islam dalam bekerja dan berusaha selalu mengacu kepada cita-cita yang selalu menghendaki terbentuknya manusia yang mampu mempunyai sifat ulil absor dan ulil alab.[7]
2.      Pendidikan yang membina kedisiplinan menepati waktu serta memanfaatkan waktu tersebut guna melakukan amal sholeh berwasiat dengan kebenaran dan kesabaran.
3.      Materi pendidikan islam selalu diorientasikan kepada kejayaan budaya islam masa lampau, menghayati/ memahami masa sekarang dan memandanng masa depan.
4.      Pendidikan islam supaya selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan peserta didik yang hakikatnya sebagai makhkuk yang monodualis.
5.      Pendidikan islam harus dapat menciptakan suasana untuk suka belajar, bekerja, melakukan penelitian dengan sungguh-sungguh dan tidak mudah putus asa.
Selanjutnya orientasi pendidikan islam yang dapat mengarah kepada cita-cita hidup islam untuk seluruh bidang kehidupan umat manusia menurut Prof. H.M. Arifin M.Ed adalah pendekatan sistem pendidikan islam yang dikembangkan kearah model-model sebagai berikut:
1.        Secara sistematik
2.        Secara pedagogis
3.        Institusionalisasi
4.        Secara kurikuler[8]
 











BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pada zaman Jahiliyyah atau Yunani wanita dianggap sebagai  benda mati yang dapat diperjulbelikan karna asumsi mereka bahwa wanita itu dipandang sebagai penyebab persengketaan dan juga sebagai lambang kekejian. Namun Setelah datangnya islam di dunia ini membawa perubahan baru terhadap status dan peran wanita. Islam menyatakan bahwa wanita mempunyai status dan peran yang sama dengan pria, begitu tingginya penghormatan islam terhadap wanita.
Sehubungan dengan pendidikan islam dalam menatap masa depan harus memiliki ciri-ciri kemajuan dan kemoderenan sehingga dapat mewujudkan generasi muslim yang bersifat Ulul Absor dan Ulil Albab.  


















DAFTAR PUSTAKA

 Husein, Ibrahim, LML, Peran Wanita Dalam Majelis Ulama, dalam Mimbar Ulama, V, No. 39.  
Amir, Sayid ali, Api Islam, (Terjemahan HB Yasin), PT. Pembangunan, Jakarta, 1967, hal. 93.
Abidin, Zainal Ahmad, Memperkembangkan dan Mempertahankan Pada Islam di Indonesia, Bulan Bintang, 1976, hal.351-354.
 Hasan, Asma Fahmi, Sejarah dan Filsafat Islam, 1979, hal. 186-187.
 Abdul, Rohadi Fatah  dan Drs. Sudarsono, SH, Ilmu dan Teknologi dalam Islam, Rineka Cipta, Jakarta, 1990, hal. 47
Shodiq, SE dan H. Shalahuddin Chairi, BA, Kamus Istilah Agama, CV. Sunttarama, 1983, hal. 382
Arifin, M.Ed. Ilmu Pendidika Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1991, hal. 123.



[1] Prof. KH. Ibrahim Husein, LML, Peran Wanita Dalam Majelis Ulama, dalam Mimbar Ulama, V, No. 39.

[2] Sayid Amir ali, Api Islam, (Terjemahan HB Yasin), PT. Pembangunan, Jakarta, 1967, hal. 93.
[3] H. Zainal Abidin Ahmad, Memperkembangkan dan Mempertahankan Pada Islam di Indonesia, Bulan Bintang, 1976, hal.351-354.
[4] Dr. Asma Hasan Fahmi, Sejarah dan Filsafat Islam, 1979, hal. 186-187.
[5] Drs. Rohadi Abdul Fatah  dan Drs. Sudarsono, SH, Ilmu dan Teknologi dalam Islam, Rineka Cipta, Jakarta, 1990, hal. 47
[6] Ibid, hal. 47-84
[7] Drs. Shodiq, SE dan H. Shalahuddin Chairi, BA, Kamus Istilah Agama, CV. Sunttarama, 1983, hal. 382
[8] Prof. H.M. Arifin, M.Ed. Ilmu Pendidika Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1991, hal. 123.

3 komentar: